RADARBANDUNG.ID, BANDUNG – Hidup Eunice Sari terbagi dua, menjadi seorang ibu dan melanjutkan perusahaan startup rintisannya.
Perjalanan Australia-Indonesia bukan hal baru bagi pemilik perusahaan UX Indonesia. Namun tekadnya untuk membuat teknologi semakin mudah dijangkau masyarakat menjadi semangatnya agar kelak perkembangan teknologi di Indonesia bisa sejajar dengan negara maju lainnya.
Eunice berlatar belakang pendidikan sebagai guru kemudian ia yang beberapa kali mendapatkan beasiswa pendidikan ke luar negeri membuka wawasannya yang selama ini masih terbentuk di Indonesia.
Selama menjajaki negara-negara maju seperti Jepang, Jerman, Finlandia, Denmark, dan Australia pengetahuannya mengenai teknologi semakin berkembang. Kemajuan teknologi yang ada disana ingin ia bawa ke Indonesia melalui berbagai kesempatan yang datang padanya.
Menggeluti bidang user experience atau UX, Co-founder dan Principal UX Colsultant dari UX Indonesia ini, wanita asal kota Semarang ini ingin menghubungkan antara teknologi dan manusia yang bisa dikolaborasikan dalam berbagai aktivitas.
UX atau user experience mengacu pada kepuasan seseorang ketika menggunakan produk berbasis teknologi seperti website atau mobile apps.
“Kepuasan ini muncul dari kemudahan yang ditawarkan aplikasi tersebut sehingga membuat penggunanya senang menggunakan aplikasi tersebut,” ujarnya, Sabtu (16/2/2019).
Ia yang sudah menggeluti bidang ini sejak tahun 2000 mengaku banyak rintangan yang kerap dihadapi agar tujuannya bisa tercapai, salah satunya pola pikir masyarakat yang sudah on point.
Eunice menyebut ketika di luar negeri ia bisa dengan mudah berdiskusi dengan siapapun tanpa perlu takut memikirkan hubungan kerja.
“Kalau diluar negeri, saya atasan kamu nih punya pendapat ya omongin saja. Disini kan tidak, saya atasan kamu apa yang saya omongin kamu harus setuju,” sambungnya.
Maka dari itu butuh usaha lebih yang dilakukan agar pelan-pelan mindset tersebut bisa dirubah.
Selain itu persamaan persepsi dan mindset, diakui ibu dari dua anak ini menjadi hal yang sulit, dimana pun ia berada.
“Menyamakan persepsi dan mindset itu butuh waktu. Memang susah, saya pergi muter ke berbagai tempat bantu orang mengubah mindset dan ternyata mereka juga mengalami hal yang sama, bukan saja Indonesia,” imbuhnya.
Keahlian Eunice membuatnya kerap digandeng sebagai juri, pembicara, maupun mentor dalam kompetisi dan workshop untuk start-up, dan juga konsultan bagi perusahaan yang ingin meluncurkan sebuah website atau mobile apps.
Tahun 2015, ia menjadi juri Google Launchpad Week, ajang penggodokan dan pemilihan start-up pemula terbaik, di Jakarta.
Lebih lanjut wanita kelahiran 28 Maret ini menceritakan jatuh bangun memperjuangkan perusahaannya sekarang. Banyak yang meragukan dan beranggapan bahwa start-up pada saat itu tidak akan berkembang.
“Awalnya banyak yang mentertawakan dengan kenekatan saya di bidang start-up terlebih UX adalah sesuatu yang masih asing. Tapi sekarang justru semua orang ingin membuat start-up, banyak anak muda yang menjadi CEO (chief executive officer), CTO (chief technology officer), CFO (chief finance officer), dan membangun mimpi serta mengejar passion-nya,” paparnya.
Keyakinannya kini berbuah manis, perusahan UX Indonesia kini menjadi salah satu perusahaan start-up ternama dengan kantor yang bermarkas di Jakarta dan Australia.
Eunice juga menyebut start-up muda di Indonesia sangat berkembang dan memiliki potensi yang besar, hanya saja mereka masih fokus pada teknologi dan belum melihat kebutuhan pasar dunia sehingga produknya belum dilirik.
Penulis: Nur Fidhiah Shabrina