radarbandung.id,CIMAHI – Petugas sortir dan lipat (Sorlip) surat suara Pemilu 2019 yang dipekerjakan oleh KPU Kota Cimahi banyak yang tak datang lagi bahkan mengundurkan diri.
Pada hari pertama pelaksanaan sortir dan lipat di Gedung Hardjuno Jumat (15/3), hanya datang 174 petugas dari 200 orang yang terdaftar. Di hari kedua jumlahnya menurun lagi jadi 153, namun bertambah jadi 167 di hari ketiga.
Padahal KPU Kota Cimahi hanya memiliki waktu maksimal hingga 20 hari untuk menyelesaikan pelipatan sekitar 1.557.865 lembar surat.
“Setiap harinya itu memang ada keluar masuk petugas sortir dan lipat surat suara. Dari kebutuhan sekitar 200 orang, paling banyak yang datang itu sekitar 174. Masih kurang petugas, waktu sudah mendesak juga,” ungkap Ketua KPU Kota Cimahi, Mochamad Irman, saat ditemui di Gedung Hardjuno, Jalan Encep Kartawirya, Minggu (17/3).
Dia mengaku tidak tahu pasti alasan mundur atau tidak kembalinya hampir 30 petugas surat suara tersebut, namun menurutnya tugas yang berat jadi salah satu alasannya.
“Sepertinya bukan masalah uang bayarannya. Lebih ke masalah pekerjaannya yang rumit, karena banyak yang harus dilipat, sampai lima surat suara,” katanya.
Untuk mengejar target penyelesaian proses sortir dan lipat surat suara, menurutnya ada opsi menambah petugas sortir dan lipat. Namun belum bisa dipastikan kapan akan dilaksanakan.
Setiap petugas diberikan target untuk bisa melipat sampai 1.500 lembar surat suara dengan ukuran dan tingkat kerumitan yang berbeda.
“Kalau melihat range waktu, kemungkinan harus ditambah. Memang kita kasih target 1.500 lembar, tapi tidak terkejar. Maksimal seorang hanya bisa melipat 1.000 lembar saja,” jelasnya.
Sementara Zulkifli (26) warga Cibabat yang jadi salah satu petugas sortir dan lipat surat suara, mengakui jika bayaran yang terlalu kecil jadi penyebab banyaknya petugas yang akhirnya mundur.
Ia dan petugas lainnya hanya dibayar Rp80 perlembar surat suara dengan jam kerja yang panjang dan tanpa diberikan makan siang. Idealnya, perlembar surat suara dibayar sebesar Rp150.
“Ya memang karena bayarannya terlalu murah. Jam kerjanya lama, pekerjaan banyak, ribet, terus tidak dikasih makan. Tahun sebelumnya dibayar Rp140 terus dikasih makan. Tapi sekarang malah turun,” ujarnya.
Maman (34), warga Cigugur, petugas sortir lipat lainnya, mengatakan terpaksa bertahan karena ia butuh uang untuk biaya sehari-hari. Apalagi ia setiap Pemilu atau Pilkada sudah langganan jadi petugas sorlip.
“Kalau yang tahun sekarang serba sulit, makan saja enggak dikasih. Terus upahnya turun. Tapi ya karena butuh uang, jadi mau ga mau bertahan, kerjanya juga lebih banyak,” ucapnya.
Penulis: Wishnu Pradana