Oleh
Arto Yuwono Soeroto
Tim Tuberkulosis RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung
KSM/Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK Unpad/ RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung
RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Bukti adanya penyakit TB pada manusia ditemukan pada mumi seorang anak Inca berusia 7000, tahun yang menderita TB tulang belakang serta jugapenyakit dengan gambaran gejala dan tanda seperti penyakit TB tertulis pada kitab kitab pengobatan kuno India dan Cina sehingga dapat dikatakan usia penyakit TB ini adalah hampir setua peradaban manusia itu sendiri.
Pengetahuan bahwa penyakit TB adalah merupakan penyakit menular baru terungkap pada 24 Maret 1882 ketika seorang sarjana Jerman bernama Robert Koch mempublikasikan penemuannya bahwa penyebab penyakit tersebut adalah bakteri yang selanjutnya diberi nama Mycobacterium tuberculosis (Mtb).
Penemuan ini diikuti oleh penemuan obat obat anti TB yang dimulai dengan ditemukannya obat streptomisin oleh Dr Alexander Waxman pada tahun 1940 an selanjutnya berturut turut ditemukan isoniazid (INH),ethambutol (E) pyrazinamide (PZA) dan rifampicin (R). Diantara obat obat anti TB tersebut adalah Rifampicin (R) dan Isoniazide (INH) yang merupakan obat anti TB yang paling poten sampai dengan sekarang.
Penyakit Tuberkulosis sampai dengan saat ini masih merupakan beban besar bagi dunia kesehatan dan insidensi dan prevalensi penyakit TB ini masih tetap tinggi. Indonesia merupakan negara ketiga terbanyak penderita tuberkulosis di dunia setelah India dan China.
Berdasar data dari oragnisasi kesehatan dunai (WHO) pada tahun 2017 di Indonesia terdapat 842.000 penderita TB dengan 47% (sekitar 395.740 penderita) diantaranya tidak ternotifikasi , tentu hal ini menimbulkan beban bagi dunia kesehatan karena berpotensi untuk menularkan ke orang di lingkungannya dan dapat meningkatkan jumlah penderita
Masalah ini diperberat oleh kenyataan timbulnya bakteri Mtb yang resisten (kebal) terhadap paling tidak kombinasi dua obat TB yang paling poten yaitu rifampicin dan INH. Resistensi terhadap dua obat anti TB (OAT) yang paling poten ini disebut sebagai multidrug resistant(MDR),penderita nya lazim disebut sebagai penderita TB RO atau dalam bahasa Indonesia disebut TB resisten obat (TBRO).
Secara global di dunia kasus TB RO ini ditemukan sekitar 3,5% dari kasus TB yang belum pernah diobati dan sekitar 20,5% dari kasus TB yang pernah diobati sebelumnya sedangkan di Indonesia angkanya sedikit lebih rendah yaitu 1,9% dari kasus TB yang belum pernah diobati dan 12% dari kasus yang pernah diobati sebelumnya.
Diperkirakan terdapat sekitar 300 ribu kasus TB RO didunia dan baru sekitar 97 ribu diantaranya yang telah mendapat pengobatan. Di Indonesia pada tahun 2017 diperkitakan terdapat 3092 penderita TBRO dan 7729 penderita Tb yang juga meerupakan orang dengan HIV AIDS (ODHA)
Penyakit TB RO mempersulit pengobatan dan memperkecil kemungkinan untuk sembuh sempurna. Penyakit TB yang disebabkan oleh Mtb yang masih sensitiv (tidak resisten) memiliki angka kesembuhan 86% sedangkan penyakit TB yang disebabkan oleh strain Mtb yang sudah resisten obat memiliki angka kesembuhan yang rendah yaitu sekitar 48% dan apabila strain Mtb tersebut telah resisten pula terhadap obat golongan fluorokuinolon dan obat anti TB injeksi generasi kedua (kanamisin, amikasin dan kapreomisin) yang lazim disebut extensively drug resistant (XDR)maka angka kesembuhan akan makin menurun menjadi sekitar 22% saja, artinya dari 100 penderita TB XDR yang diobati yang sembuh hanya sekitar 22 orang saja.