RADARBANDUNG.id, DAYEUHKOLOT – Banjir yang setiap tahun menggenangi sejumlah kawasan di Kabupaten Bandung, merupakan dampak dari banyaknya alih fungsi lahan.
Menurut Faysepta, pegiat lingkungan, perubahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi lahan beton membuat air tidak diserap dengan baik dan mengalir deras tanpa ada penahannya.
Makin maraknya alih fungsi lahan tersebut akan semakin parah jika tidak ada niat mengubah atau menambah RTH kembali.
“Buktinya sekarang banjirnya makin parah. Kondisinya akan semakin mengkhawatirkan kalau terus dibiarkan,” kata Fay saat di konfirmasi Radar Bandung, Selasa (9/4/2019).
Dia mengatakan, Banjir diakibatkan beberapa faktor diantaranya mulai habisnya lahan penyerapan air di dataran tinggi dan di area resapan sudah banyak dibangun perumahan dan permukiman yang tidak mementingkan resapan air
“Jangan sumbang kami dengan indomie. Tapi sumbang kami biopori. Indomi itu ketika terjadi bencana. Kalau biopori kan preventifnya, langkah penyelesaian juga,” ucapnya.
Pemasangan minimal tiga lubang biopori di setiap rumah yang berada di kawasan yang tidak terkena banjir di dataran tinggi bisa membantu menanggulangi banjir Kabupaten Bandung.
“Saat sebelum permukiman dan perumahan itu ada, kecepatan air dari hulu ke hilir hanya 20km/jam dan sekarang air itu bisa sampai 120km/jam. Akibatnya daerah kami banjir besar,” jelasnya.
Biopori ini merupakan salah satu langkah cepat untuk mengatasi banjir. Jadi dia berharap setiap rumah bisa membuat lubang biopori dua hingga tiga lubang.
“pembuatan lubang biopori tidak akan merugikan,” ujarnya.