RADARBANDUNG.id, BANDUNG – DPRD Provinsi Jawa Barat mendorong Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, serius mengelola kebutuhan peternakan di Jawa Barat. Pasalnya, saat ini peternak ayam petelur mengeluhkan produktivitas ayam petelur yang baru mencapai 50 persen hingga 60 persen.
Bahkan untuk memenuhi kekuranganya harus mendatangkan dari luar provinsi, sebagai dampak dari ketergantungan peternak terhadap jagung impor yang ketersediaannya pun masih minim.
Ketua Komisi II DPRD Provinsi Jawa Barat, Didi Sukardi menyebutkan, komisional akan mengusulkan Perda inisiatif terkait dengan kedaruratan baik pakan maupun bibit ayam petelur yang belum terpenuhi dengan baik. Selain itu, salah satu daerah yakni Kabupaten Ciamis berpotensi menjadi penghasil peternak/unggas.
“Kita dari komisi II akan segera menindaklanjuti masalah ini dengan cara akan mengumpulkan 3 element yaitu dinas peternakan, dinas kesehatan, Himpunan Peternak Unggas, biar semua keluar tuh unek-unek nya nanti hasilnya kita bisa rekomendasikan,” ucap Didi, Selasa (9/4/2019).
Jawa barat ini, lanjut Didi, khususnya Ciamis terkenal sebagai salah satu sentra penghasil jagung. Kondisi ini juga diperparah dengan menurunnya harga ayam afkir yang hingga saat ini menyentuh kisaran Rp. 6000/kg atau turun 40 persen dari sebelumnya.
“Kedepannya jangan sampai apabila sektor ini lumpuh karena melonjaknya harga jagung yang permanen. Bisa diperkirakan para peternak skala kecil lebih memilih untuk mengosongkan kandangnya dan mencari alternatif usaha lain,” katanya.
Didi menambahkan, dalam kondisi seperti itu bisa diprediksi akan meningkatkan angka pengangguran. Padahal populasi peternak kecil yang mencapai 70 persen itu, justru memiliki kontribusi besar pada produksi telur. Dari peran mereka pula Ciamis ini berperan sebagai pemasok 30 persen kebutuhan telur nasional.
“Bila tidak ada instansi atau pihak terkait yang memberikan solusi ataupun kebijakan dengan segera maka dapat saja terjadi klimaks, dimana komoditi telur menjadi langka karena penurunan populasi yang signifikan,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Peternak Ayam Petelur Ciamis (P2APC), Ade Kusnadi menyebutkan, kenaikan harga telur dipicu melonjaknya harga pakan yang dipengaruhi nilai tukar rupiah. Selain itu, adanya kebijakan pemerintah pembatasan bibit ayam atau DOC.
“Faktor yang memengaruhi tingginya harga telur cukup banyak. Jadi penawaran dengan permintaan tidak seimbang. Kebijakan pengurangan 9,5 persen DOC beberapa waktu lalu. Populasi ayam petelur berkurang,” tandasnya.