RADARBANDUNG.id, CIMAHI – Para pengembang proyek di Kota Cimahi dianggap tidak dapat memberikan kontribusi terhadap para konsumen maupun daerah. Sejauh ini mereka (pengembang) cenderung hanya memikirkan keuntungan tanpa ada timbal balik yang sebanding.
Anggota komisi III DPRD Kota Cimahi, Enang Sahri Lukmansyah mengatakan, dari sekian banyak pengembang yang cari makan di Cimahi, mereka seolah mengabaikan aturan yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda).
“Berarti sudah jelas mereka tidak punya niat baik,” kata Enang.
Dalam setiap pembangunan terutama perumahan, menurut dia, para pengembang wajib menyediakan Fasilitas Sosial Fasilitas Umum (Fasos-Fasum), sebagai bentuk kontribusi bagi masyarakat dan daerah. Minimal 20 persen dari area perumahan. Misalnya, taman atau ruang terbuka hijau, jalan, selokan. Sementara fasumnya mesjid atau TK dan PAUD.
Dari sekian banyak pengembang, Enang menyebutkan, sejauh ini di Cimahi baru Puri Cipageran saja yang memberikan laporan sekaligus menyerahkan aset ke Pemerintah Kota Cimahi. Padahal, aturannya sudah tertuang dalam Perda nomor 10 tahun 2017 tentang penyerahan aset.
“Nah yang lainnya mana?. Ini yang menjadi pertanyaan,” ucapnya.
Untuk itu, kedapan pihak eksekutif harus lebih tegas dalam penegakan Perda sekaligus peningkatan monitoring terhadap seluruh pengembang di Cimahi, jangan sampai mereka leha-leha dalam menyelesaikan administrasi. Terutama dari segi perizinan, serta penyesuaian seperti master plan pembangunannya.
“Kalau tidak sesuai, harus di hentikan pembangunannya,” tuturnya.
Sementara itu, selain menyoroti pengembang dari sisi kewajibannya, saat ini DPRD Kota Cimahi, sedang mengejar permasalahan pembangunan di Kawasan Bandung Utara (KBU) yang berada di wilayah Cimahi. terlebih, banyak pula pengembang yang melanggar aturan. Dari yang semestinya dibangun 30 persen, namun kenyataan dilapangan lebih dari 50%.