RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Magister Kenotarisan (MKN) Universitas Pasundan (Unpas) bersama Forum Kerjasama Pengelolaan Studi Magister Kenotariatan se Indonesia, menggelar Seminar Nasional bertajuk Pelaksanaan Eksekusi HT EL Dalam Perkembangan Hukum Pembiayaan Indonesia. Acara tersebut berlangsung di Aula Mandalasaba, Gedung Pascasarjana Unpas, Jalan Sumatera 41, Bandung, Kamis (30/1).
Kaprodi MKN Unpas, Irma Rachmawati mengatakan, belum adanya Undang–undang tentang Tanggungan Elektronik, membuat mahasiswa notaris se Indonesia khawatir dengan tugas dalam kenotarisan khususnya dalam pelaksanaan eksekusi.
Kata dia, pada 2019 sudah ada ketetapan dari yudisial terkait pelaksanaan eksekusi harus ada persetujuan dari debitur. Pihaknya mengangggap hal tersebut merupakan ketidakpastian dan ketidakjelasan hukum.
“Kenapa tidak jelas, eksekusi sebetulnya merupakan alat untuk memaksa sanksi kepada debitur agar melaksanakan kewajibannya dan adanya persetujuan tersebut akan mengganggu dari hak kreditur,” ujar Irma saat ditemui usai seminar.
Ia mengungkapkan, hal itu menjadi salah satu isu yang diangkat dalam seminar yang disampaikan oleh beberapa praktisi dan akademisi.
Irma menambahkan permasalahan lainnya yang di angkat yakni notaris dihadapkan kepada aktifisial intelejen berupa tanggungan elektronik dan hanya mengacu pada ketentuan konvensional nomor 5 Tahun 1996.
“Yang menjadi permasalahan apakah hak tanggungan elektronik ini memiliki kekuatan eksekusi yang sama dengan hak tanggungan yang manual, jadi apakah sudah siap melaksanakan itu,” jelasnya.
Irma juga menegaskan,
sebetulnya landasan hukum bagi notaris di Indonesia dalam melaksanakan hak tanggungan secara elektronik dan akta elektronik lainnya. Irma menilai hal itu perlu menjadi bahasan serius karena saat ini tanggungan elektronik ini hanya melalui peraturan menteri saja.
“Harusnya melalui undang-undang, tidak cukup Peraturan Menteri saja, apalagi akta notaris dan PPAT dikecualikan dari UU ITE. Ini menjadi mengambang tentang kesahannya menganai akta elektronik yang dibuat notaris,” tuturnya.
Irma menilai, jika aturan masih tidak ada kejelasan dan ketimpangan, serta alibi bagi pihak debitur. Pihaknya ingi hasil seminar ini menjadi rokemendasi dan desakan kepada pemerintah agar menyiapkan UU nya, seperti dibenahi untuk sandi, e-signature dan virtual conference apakah tandatangan elektronik ini sah secara hukum atau kehadiran virtual bisa dilakukan untuk akta notaris atau tidak.
“Itu sebabnya Magister Kenotarisan se-Indonesia minta pemerintah agar segera menyiapkan UU akta elektronik notaris,” terangnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pascasarjana Unpas, Didi Turmudzi berharap, seminar tersebut bisa menjadi konsen terhadap hukum dan menjadi salah satu masukan kurikulum di Prodi Kenotarisan yang memang baru di Pascasarjana Unpas.
“Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai notaris di seluruh Indonesia sehingga menambah wawasan dan motivasi serta, tambahan ilmu bagi mahasiswa untuk praktiknya, apalagi menjadi notaris sekarang tidak mudah,” tutur Didi.
Prodi Magister notaris adalah prodi baru di Pascasarjana Unpas. Bukan hanya magister akademik, namun kurikulumnya sudah berorientasi ke notariatan, sehingga memiliki daya tarik bisa jadi dosen dan profesi notaris.(cr4)