RADARBANDUNG.id, SOREANG – DPRD Kabupaten Bandung tidak mempermasalahkan aktivitas adanya objek wisata baru. Asalkan, pengelola objek wisata menempuh perizinan yang berlaku dan memberikan Profit sharing atau bagi hasil terhadap Pemkab Bandung.
Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Praniko Imam Sagita, S.H., M.H, tak mempermasalahkan adanya aktivitas Arboretum Alam Endah Ciwidey, dengan catatan harus dijalani sesuai dengan Surat Keputusan (SK) yang berlaku. Tetapi, jika ada rencana di luar ketentuan SK, maka perizinan yang berkaitan dengan rencana tersebut harus tetap ditempuh.
Baca Juga: Gelaran Asia Africa Festival 2020, Disbudpar Fokus Gaet Wisatawan Domestik
“Misalnya ada rencana pembuatan agrowisata. Menurut saya, angrowisata adalah sesuatu yang baik. Tetapi, dalam suatu bisnis objek wisata, tidak cukup dengan kata baik. Harus ada prosedur yang ditempuh, tidak hanya cukup dengan SK 9179/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/12/2018 tertanggal 31 Desember 2018, tetapi harus ada perizinan lain yang ditempuh. Misalnya, izin pariwisata dari daerah, berkomunikasi dengan Dinas Pariwisata dan pengelola harus memastikan kesiapan insfrastruktur dan alat penunjang bagi objek wisata tersebut,” ungkap Praniko di Soreang, Selasa (10/3).
Pada intinya, DPRD Kabupaten Bandung mendukung penuh destinasi wisata yang ada di Kabupaten Bandung, baik yang baru berdiri ataupun yang sudah lama berdiri. Karena dengan adanya objek wisata itu, Praniko yakin, hal tersebut dapat mengangkat nama daerah dan mengangkat perekonomian masyarakat. Tetapi yang harus menjadi perhatian dari para pengola objek wisata, adalah adanya SK bukan berarti dapat menghapus perizinan yang lain.
Baca Juga: 4.000 Rutilahu Sudah Dibangun dengan Anggaran Rp 70 miliar
“Jadi kami melihat bisnis objek wisata itu penting, karena dapat menopang ekonomi kemasyarakatan, tetapi dengan catatan harus memiliki aturan main yang jelas,” jelasnya.
Terkait dengan kontribusi sektor pariwisata terhadap Penghasilan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bandung, Praniko membaginya menjadi dua macam, yaitu PAD langsung dan PAD tidak langsung. PAD tidak langsung itu berasal dari hotel, restoran, retribusi parkir. Tetapi, menurut Praniko, itu bukanlah penghasilan dari pariwisata tetapi itu adalah pajak yang memang harus disetor karena memang kewajiban dari pengelola objek wisata.
“Kami ingin mensinkronkan semua itu, supaya tidak ada yang dirugikan dan semua menjadi diuntungkan. Artinya masyarakat diberdayakan, pengusaha diuntungkan dari pengeloaan objek wisata itu, Bumdes bisa lebih hidup dan Perhutani sebagai pemilik lahan bisa membuat lahannya menjadi lebih produktif,” ujar Praniko.
Sedangkan PAD yang berasal dari pariwisata langsung, kata praniko, di Kabupaten Bandung masih minim. Jadi, bagi hasil pengelolaan objek wisata di Kabupaten Bandung antara pengelola dengan pemerintah tampaknya belum maksimal. Padahal, Dinas Pariwisata Kabupaten Bandung setiap tahunnya mengeluarkan biaya promosi untuk memperkenalkan objek wisata yang ada di Kabupaten Bandung.