RADARBANDUNG.id, – Pelambatan ekonomi global yang terjadi saat ini harus disikapi dengan reformasi ekosistem ketenagakerjaan. Tujuannya untuk mencegah peningkatan pengangguran.
Hal tersebut dikatakan Peneliti Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (Indeks), Nanang Sunandar, dalam Konferensi Pers bertajuk “Rancangan Undang Undang Cipta Kerja dan Reformasi Ekosistem Ketenagakerjaan” di Jakarta, 13 Maret 2020.
Acara tersebut juga menghadirkan dua panelis lain, yakni Adinda Tenriangke Muchtar, Pemimpin Redaksi Suara Kebebasan, dan Muhammad Rifki Fadilah, Peneliti The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII).
“Indonesia akan segera memasuki fase bonus demografi. Ini berarti jumlah angkatan kerja baru akan meningkat secara sangat signifikan, yang menuntut lebih banyak lapangan kerja baru,” jelas Nanang melalui siaran pers yang diterima.
Jika tidak siap dengan lapangan kerja, maka hal potensi bonus demografi bisa berbalik meningkatkan angka pengangguran. Salah satu antisipasinya dengan meningkatkan kebebasan ekonomi, caranya menghilangkan kendala yang selama ini menghambat perkembangan bisnis dan penciptaan lapangan kerja.
Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja bisa didukung karena memuat banyak unsur yang akan meningkatkan Indeks Kebebasan Ekonomi Indonesia, khususnya dalam ekosistem ketenagakerjaan. Beberapa poin di dalamnya memuat efisiensi regulasi dalam berbisnis.
Artinya, masyarakat akan lebih mudah untuk membuka maupun mengembangkan bisnis yang secara langsung berimplikasi pada terciptanya lapangan kerja.
Unsur lain yang juga selaras dengan kebebasan ekonomi adalah keterbukaan pasar. Suasana yang lebih kompetitif dalam pasar yang lebih terbuka akan mendorong peningkatan produktivitas tenaga kerja dan daya saing ekonomi.
Berdasarkan analisis terhadap data Indeks Kebebasan Ekonomi dan angka pengangguran di 100 negara sepanjang periode 1980-2008 dalam Laporan Fraser Institute (2010), peningkatan Indeks Kebebasan Ekonomi berkorelasi positif dengan berkurangnya angka pengangguran. Indonesia sendiri berada pada peringkat ke-56 dalam Indeks Kebebasan Ekonomi 2019 yang dirilis Heritage Foundation.
Meskipun berstatus bebas moderat dalam Indeks Kebebasan Ekonomi, Indonesia memiliki skor yang tidak memuaskan pada sejumlah indikator, yakni integritas pemerintah dalam variabel supremasi hukum; kebebasan ketenagakerjaan dalam variabel efisiensi regulasi; dan kebebasan berinvestasi dalam variabel keterbukaan pasar.
” RUU Cipta Kerja harus diiringi dengan penguatan indikator kebebasan ekonomi yang lain, khususnya integritas pemerintah, sehingga dapat secara efektif menggairahkan bisnis dan membuka lapangan kerja baru,” pungkasnya.