RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Tidak melulu soal rasa, kehadiran kedai kopi rupanya bisa jadi kesempatan bagi petani kopi untuk meraih rezeki. Seperti yang dilakukan Noka Coffee. Kedai kopi yang baru beroperasi minggu lalu ini menjadikan petani-petani kopi di Indonesia sebagai ciri khas dari kafenya.
Noka Coffee yang berlokasi di Jalan Bali no 15a ini mengusung tema ‘The Infinite Story of Farmers’. Cerita-cerita dari petani kopi di Indonesia coba mereka angkat dan bawa sampai ke tangan pembeli.
Founder Noka Coffee, Panji Abdiandra mengatakan Noka mengajak para penikmat kopi untuk lebih dekat dan mengapresiasi petani yang menghasilkan biji kopi yang tengah mereka nikmati. Dia juga ingin mempresentasikan kedai kopi yang tidak cuma punya nilai fungsional, tapi juga emosional.
“Kami ingin kopi Indonesia bisa komunikasi lewat produk. Sehingga tidak cuma karena racikan baristanya saja yang bikin kopi enak, justru peran petani dalam menghasilkan biji kopi berkualitas pun harus diperhatikan,” katanya di kedai Noka Coffee Jalan Bali, Senin (16/03).

Noka Coffee yang baru beroperasi minggu lalu ini menjadikan petani-petani kopi di Indonesia sebagai ciri khas dari kafenya. (Nur Fidhiah Shabrina/Radar Bandung)
Sebagai langkah awal, Noka menggunakan biji kopi asal Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Ada empat petani yang Panji pakai hasil tani kopinya, yaitu Pak Tumino (Kerinci), Mas Sur (Kerinci), Pak Agung (Sungai Penuh), dan Mak Santi (Sungai Penuh).
Masing-masing petani ini membawa karakteristik berbeda pada biji yang dihasilkan. “The infinite story of farmers itu artinya kita ingin membangun kisah yang terbatas dari hulu ke hilir. Bagi anak muda di sana, pertanian kopi itu sebuah potensi yang sangat besar,” sambungnya.
Panji menerangkan petani-petani ini akan jadi ‘bintang’ untuk sementara di kedainya. Kedepannya, akan ada petani kopi lainnya di Indonesia yang akan mengisi slot di Noka Coffee. Lebih lanjut, segelas kopi di Noka Coffee dibanderol dengan harga Rp 15 ribu.

Noka Coffee yang baru beroperasi minggu lalu ini menjadikan petani-petani kopi di Indonesia sebagai ciri khas dari kafenya. (Nur Fidhiah Shabrina/Radar Bandung)
Termasuk jenis specialty coffee, Panji mengungkapkan dia memutus tujuh rantai distribusi. Sehingga harga yang ditawarkan jauh lebih murah. “Karena banyak mata rantai yang kita potong. Secara supply cut semuanya, jadi langsung beli ke petaninya,” jelasnya.
Masing-masing ladang para petani ini memiliki keunikan tersendiri, misalnya kopi Pak Tumino yang di tanam di Kayu Aro dengan ketinggian 1.600 mdpl tepat di kaki gunung api tertinggi, Gunung Kerinci. Kemudian, pak Tumino juga pernah jadi finalis di kontes kopi specialty Indonesia dan punya ciri khas sendiri.
Lalu, ada juga Mak Santi, petani perempuan ini menanam biji kopi di Sungai Penuh yang berjarak sekitar 45 kilometer dari kebun Pak Tumino. Mak Santi memiliki satu proses kopi yang sangat diidolakan yaitu honey process dan juga fine robusta wash, yang di tahun 2018 menjadi finalis kontes kopi specialty di Yogyakarta dan mendapat posisi runner up.
Bukan tanpa alasan kopi Kerinci menjadi starting point Noka. Panji merupakan putra asli tanah Kerinci yang selama dua tahun fokus berbisnis biji kopi Kerinci di hulu dan menghubungkan pembeli seantero Indonesia dan pasar global.
“Pak Tumino, Mak Santi, dan para petani di Kerinci ini sudah lama berkontribusi ke roda perekonomian daerah karena kualitas biji kopinya yang stabil hingga digemari pasar ekspor. Lalu saya berpiki, alangkah baiknya jika costumer bisa mengenal mereka dan memberikan apresiasi,” imbuhnya.
Rencananya, Noka Coffee juga akan mengangkat profil petani kopi, teh, dan cokelat dari berbagai daerah di Indonesia Sedang dalam proses penjajakan dengan beberapa petani di Papua, Toraja, dan Gayo, Panji mementingkan unsur sustainability.
“Bagaimana para petani ini bisa memasok kopi dengan kualitas dan kuantitas stabil sepanjang tahun. Karena, kami membutuhkan sedikitnya sekira satu ton biji kopi setiap bulannya,” tandasnya. (fid/b)