News

RUU HIP: Diskursus Publik dan Manifestasi Pancasila di Tengah Benturan Kepentingan

Radar Bandung - 22/06/2020, 20:25 WIB
Ali Yusuf
Ali Yusuf
Tim Redaksi
RUU HIP: Diskursus Publik dan Manifestasi Pancasila di Tengah Benturan Kepentingan

Oleh: Fajar Setyaning Dwi Putra

Dosen Pancasila Universitas Insan Cendekia Mandiri/Mahasiswa Program Doktor Pendidikan Kewarganegaraan UPI

RANCANGAN Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila menjadi sorotan publik setelah terdapat polemik beberapa pasal yang berada di draft rancangan undang-undang tersebut dan masuk ke dalam Prolegnas.

RUU HIP yang diusulkan oleh DPR ini menjadi polemik karena terdapat pasal-pasal yang dianggap dapat memicu bangkitnya paham komunisme di Indonesia.

Pemerintah sendiri telah menunda pembahasan RUU HIP ini karena situasi yang belum memungkinkan karena dampak pendemi Covid-19. Beberapa ormas Islam dan MUI bahkan telah menyuarakan penolakan terhadap RUU HIP ini.

Bila ditinjau jauh lebih dalam, pemikiran Pancasila sebagai suatu sistem nilai dan konsensus kebangsaan tidak pernah lekang oleh waktu. Pancasila dapat digali ide dan pemikiran secara ontologi, epistimologi, dan aksiologinya.

Nilai dasar Pancasila menunjukan suatu ide dan konsep kesempurnaan. Ketuhanan sebagai sistem nilai mengandung makna sifat-sifat bertuhan yang ada dalam subtansi akal dan jiwa manusia.

Secara historis kultural, bangsa Indonesia telah mengenal konsep Tuhan melalui beragam cara. Sejak masa penyembahan roh, benda-benda yang dikeramatkan, Dewa-Dewa dan pengakuan atas keberadaan Tuhan. Jiwa dan semangat religiusitas manusia Indonesia sejak dahulu mengakui keberadaan Tuhan dalam kehidupan manusia.

Nilai kemanusiaan yang terdapat pada sila kedua menunjukan suatu kesadaran sikap penghargaan atas nilai-nilai kemanusiaan tanpa memandang suku, agama, ras dan antar golongan.

Sikap dan prilaku manusia yang adil dan beradab adalah pencerminan sifat Tuhan yang Maha Adil. Sifat inilah yang wajib diteladani oleh manusia Indonesia yang menyatakan keadilan dan keberadaban sebagai landasan falsafah bernegara.

Gus Dur mengatakan ada yang lebih penting dari politik yaitu kemanusiaan. Inilah warisan pemikiran Gus Dur yang perlu direnungi oleh kita semua setelah melewati benturan perbedaan dan luka politik yang telah dialami bangsa ini.

Persatuan Indonesia memiliki makna nasionalisme yang berarti suatu persatuan berbagai ragam bahasa, budaya, suka dan agama dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.

Bangsa Indonesia dengan segala kemajemukannya menjadikan itu sebuah kekuatan sekaligus ancaman apabila kita terus melihat perbedaan adalah sebuah garis-garis pemisah bahkan sebagai sumber alasan konflik antar anak bangsa.

Keberagaman masyarakat yang multikultur ini seharusnya menjadikan kita semakin menyadari bahwa aset besar yang dimiliki bangsa Indonesia.

Kehancuran akibat perbedaan suku, agama, pandangan politik, dan prasangka-prasangka buruk tentunya menjadi pelajaran berharga bagaimana sejarah telah membuktikan bila kita tetap berkutat pada prasangka-prasangka buruk sesama anak negeri, bangsa Indonesia bukan tidak mungkin berakhir pada kehancuran.

Prinsip kerakyatan pada hakikatnya merupakan implementasi nilai-nilai demokrasi. Demokrasi dengan merupakan jalan yang dipilih oleh kita dalam menentukan pemimpin bangsa ini.

Namun terkadang kita lupa bahwa demokrasi kita ini bukanlah demokrasi liberal yang bebas dan sebebas-bebasnya ala Amerika namun demokrasi dengan mengedepankan nilai-nilai Pancasila sebagai prinsip dasar yaitu kebebasan yang bertanggung jawab dengan bijaksana dalam permusyawaratan perwakilan.

Oleh karena itu penting sekali di tengah arus dan obesitas informasi di media sosial, Pancasila semakin relevan dalam menjawab persoalan-persoalan bangsa terutama yang menyangkut perihal demokrasi yang semakin kebablasan ini.

Nilai keadilan merupakan sebuah prisip dasar bagaimana negara mampu memberikan rasa adil dan memberikan kemakmuran kepada setiap  elemen anak bangsa yang berada di bumi Indonesia.

Keadilan disini artinya terjadinya pemerataan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Yang kuat tidak berbuat sewenang-wenang justru mampu melindungi yang lemah. Disinilah azas gotong-royong yang menjadikan karakteristik sesungguhunya masyarakat Indonesia yang dicita-citakan oleh para founding fathers.

Saat ini di tengah riuh dan perdebatan publik tentang RUU HIP menjadi sebuah refleksi bagi kita semua dalam menginternalisasi kembali nilai-nilai subtantif yang berada dalam Pancasila. Jangan lagi RUU HIP ini hanya sebagai komoditas politik serta dibenturkan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu. Namun jauh daripada itu pembahasan RUU HIP ini menjadi sebuah penguatan manifestasi Pancasila sebagai landasan komitmen kita menjadi Indonesia.

(*)


Terkait Kota Bandung
location_on Mendapatkan lokasi...
RadarBandung AI Radar Bandung Jelajahi fitur berita terbaru dengan AI
👋 Cobalah demo eksperimental yang menampilkan fitur AI terkini dari Radar Bandung.