Seniman Bandung Suarakan Aspirasi Lewat Tari Kidung
RADARBANDUNG.id, BANDUNG- Seniman tradisi menggelar aksi damai bertajuk Ngarekès Kidung Pangjurung Saripanggung di depan Gedung Sate Bandung, Senin (20/7/2020).
Dalam aksi itu, keluh kesah seniman yang tak bisa pentas karena pandemi seolah diwakilkan melalui bunyi gesekan Tarawangsa dan tarian empat perempuan bersamping motif Sunda.
Dalam aksi itu, Ketua atau Pupuhu Masyarakat Seni Rakyat Indonesia (Masri), Nanu Munajar mengatakan, puluhan seniman yang hadir perwakilan dari beberapa kelompok seni, khususnya seni tradisi yang berasal dari sejumlah wilayah seperti Kab. Bandung, Kota Bandung, Kab. Bandung Barat, Cimahi, Karawang, dan beberapa wilayah lainnya di Jabar.
Melalui aksi itu, para seniman menyampaikan keinginan mereka agar izin kegiatan kesenian segera dikeluarkan. Menurut Nanu, tanpa kegiatan kesenian para pelaku seni merasa resah dan kesulitan.
“Kidung artinya doa, ‘Panjurung’ itu seperti pendorong. Melalui tarian kami berdoa untuk keselamatan semua dan mendorong atau menggugah pemerintah agar memberikan izin bagi pelaku seni kembali naik panggung,” kata Nanu kepada Radar Bandung.
“Para seniman ingin buka panggung lagi. Dengan ada kegiatan ini (aksi) kami berharap pemerintah segera kembali mengizinkan kegiatakan seni,” imbuhnya.
Sekitar 147 sanggar seni yang bergabung di Masri terdampak pandemi. Satu sanggar, kata Nanu, rata-rata terdapat 50 hingga 100 orang. Artinya, ada ribuan pekerja seni yang terdampak hanya di Masri saja.
Lebih luas, kesulitan juga dirasakan oleh para pekerja lainnya seperti di bidang soundsystem, tenda (pernikahan), atau tata rias.
“Hampir empat bulan tidak bisa pentas seni. Tolong kepada pemerintah, Gubernur Jawa Barat, walikota-bupati di Jabar, agar diizinkan kembali manggung,” tambah Mbah Nanu.
Nanu menyatakan, jika pemerintah kembali memberi izin kegiatan kesenian, para seniman akan menerapkan protokol kesehatan dalam kegiatannya, seperti mengenakan perisai wajah dan jaga jarak baik antar pelaku seni ataupun dengan penonton.
Nanu sempat menyinggung soal adanya beberapa sektor yang telah diizinkan beroperasi seperti mal, pasar, dan transportasi. Nanu mengingatkan agar pemerintah tak pilih kasih.
“Mal juga pasar kini telah beroperasi, padahal mereka tiap hari (kegiatannya), tapi kesenian paling seminggu dua kali, misalnya, di acara pernikahan. Kami tidak setiap hari. Tapi kenapa belum bisa manggung,” katanya.
“Jangankan empat bulan, sebulan saja mereka sudah repot. Inti dari kegiatan ini, istilahnya hayang dahar dinu hajat (ingin makan di tempat hajatan) pemangku hajat juga diberikan izin untuk hajatan dan seniman diundang untuk tampil lagi di tempat hajatan,” pungkasnya.
(muh)