RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Dalam klaster ketenagakerjaan yang dituangkan di RUU Cipta Kerja terdapat klausul yang belum banyak terekspose.
Hal ini diklaim bisa diterima oleh serikat buruh atau serikat pekerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Ristadi menjelaskan, tiga klausul baru ada di dalam UU Ketenagakerjaan No.13/2003 belum diatur.
Yang pertama, uang kompensasi untuk Pekerja Kontrak atau PKWT.
Dalam UU sekarang yang berlaku itu tidak ada pekerja kontrak saat di-PHK atau habis masa kontraknya, pekerja tidak mendapatkan kompensasi pesangon.
“Yang mendapat kompensasi pesangon hanya pekerja yang dengan status pekerja tetap. Dalam RUU Cipta Kerja ini disebutkan soal aturan itu,” kata dia dalam diskusi virtual yang digelar Injabar dan Pusat Studi Administrasi Kebijakan Publik Universitas Padjadjaran, Jumat (28/8/2020).
Dalam diskusi bertajuk Melihat Peluang dan Tantangan RUU Cipta Kerja itu, disebutkan juga tentang jaminan kehilangan pekerjaan.
Dimana dalam UU Ketenagakerjaan yang sekarang belum diatur atau belum disebutkan.
Dalam RUU Cipta Kerja disebutkan, ketika pekerja kena PHK akan diberikan jaminan kehilangan pekerjaan.
Kemudian juga ada penghargaan lainnya bahwa dari masa kerja dari 3-6 tahun itu akan diberikan uang penghargaan lainnya selama dia masih tetap bekerja.
“Jadi yang saya baca begitu. Si pekerja tetap bekerja tapi ketika dia sudah memasuki masa kerja tiga tahun dia akan mendapatkan penghargaan lainnya dalam bentuk uang,” tuturnya.
Ristadi menceritakan fakta tentang kondisi ketenagakerjaan di Indonesia saat ini yang didapat KSPN dari hasil di 23 Kota/Kabupaten industri di pulau Jawa.
Menurut data KSPN, hingga saat ini tidak ada satupun perusahaan di Indonesia yang 100 persen melaksanakan norma kerja.
“Jadi ditemukan banyak pekerja yang sudah bekerja 10 tahun tapi statusnya masih kontrak padahal di UU Ketenagakerjaan yang sekarang berlaku pekerja kontrak itu batas waktunya itu maksimal hanya 3 tahun,” ungkap Ristadi.
Baca Juga: Ketenagakerjaan jadi Klaster Terakhir yang Dibahas untuk RUU Cipta Kerja
“Kami juga menemukan banyak perusahan yang tidak mampu bayar upah minimum, seperti daerah-daerah pinggiran kebanyakan di sektor padat karya itu banyak perusahaan yang tidak melaksanakan upah minum,” sambung Ristadi.