RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Tingkat pencemaran air sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hingga saat ini terus mengalami penurunan.
Hal itu terjadi seiring pelaksanaan program Citarum Harum sesuai Peraturan Presiden No. 15/2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jabar, Prima Mayaningtias mengatakan, semenjak terbitnya perpres, dan program Citarum Harum berjalan, berbagai upaya pengendalian kerusakan pada Sungai Citarum telah berjalan.
13 program pada sungai Citarum
Setidaknya ada 13 program fokus pekerjaan dalam menyelesaikan sengkarut pencemaran Sungai Citarum dari hulu ke hilir.
“Kita sudah membuat rencana aksinya berdasar kondisi Sungai Citarum pada awal yang masih sangat kotor. Semua rencana aksi sudah sejak tahun 2019 dan tahun ini,” ungkap Prima, Senin (28/9).
Prima mengatakan, sejumlah program yang telah dan masih terus terlaksana meliputi penanganan lahan kritis, penanganan limbah industri, penanganan limbah peternakan pada DAS Citarum.
Selain itu, penanganan air limbah domestik, pengelolaan sampah hingga penataan keramba jaring apung.
Termasuk pengendalian pemanfaatan ruang, penegakan hukum, pemantauan kualitas air, pengelolaan Sumber Daya Air.
Hingga edukasi masyarakat terkait pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan penerapan Pola Hidup Bersih Sehat (PHBS).
“Hasilnya, walaupun pada 2020 ada refocusing anggaran besar-besaran karena Covid-19, sudah ada perkembangan signifikan,” akunya.
“Sudah melakukan penanganan sedimentasi, erosi hingga normalisasi sungai. Juga edukasi masyarakat terkait pembuangan sampah dan Keramba Jaring Apung (KJA),” timpalnya.
“Melihat dari online monitoring system yang kita miliki, kondisi Sungai Citarum sudah mengalami banyak peningkatan, termasuk dari aspek kualitas airnya. Ini juga dipengaruhi Covid-19 yang banyak membuat aktivitas industri terhenti,” katanya lagi.
Kualitas air penuhi baku mutu
Prima menyebut, peningkatan itu salah satunya tercermin dari sejumlah parameter kualitas air yang telah memenuhi baku mutu.
Beberapa parameter kualitas air sesuai ketetapan Kementerian Lingkungan Hidup RI tentang baku mutu air telah terpenuhi air Sungai Citarum.
“Hal ini menunjukan perbaikan yang sangat berarti. Dalam beberapa parameter telah memenuhi baku mutu, dalam artian sudah sesuai ketentuan,” katanya.
“Walaupun masih ada pencemaran Sungai Citarum, kondisi saat ini sudah masuk ke dalam cemar ringan,” tegasnya.
Hal tersebut berbeda dengan kondisi pencemaran Sungai Citarum dalam hampir satu dekade ke belakang, dimana mendapat predikat salah satu tempat terkotor di dunia.
Saat ini, sungai yang mengairi puluhan juta orang pada 13 kabupaten/kota Pulau Jawa dan Bali tersebut perlahan berprogres menuju kondisi yang lebih baik.
Parameter COD turun
Prima menuturkan, parameter Chemical Oxygen Demand (COD) yang menunjukan angka pencemaran industri pada Sungai Citarum menunjukan penurunan cukup signifikan pada 2020 dibandingkan tahun sebelumnya.
Hal ini tercermin dari data pada sejumlah daerah lintasan Sungai Citarum pada kawasan industri seperti Cisirung dan Nanjung, Kabupaten Bandung.
“COD tahun ini jauh menurun, nilainya sudah tidak jauh berbeda dari standar baku mutu,” ungkapnya.
Hal serupa juga terjadi pada level pencemaran Sungai Citarum dari limbah domestik atau Biological Oxygen Demand (BOD).
Data DLH Jabar menunjukan adanya penurunan pencemaran Citarum dari limbah domestik dari 2019 ke 2020.
Selain itu, tingkat erosi juga mengalami penurunan cukup signifikan dari tahun lalu, yang terukur dalam Total Suspended Solid (TSS).
“TSS tahun ini turun dibanding tahun lalu, karena penanganan hulu sungai juga cukup efektif. Mulai dari penataan infrastruktur, kegiatan pengerukan sedimen hingga terasering pada pinggir kiri kanan sungai,” ungkapnya.
Meski demikian, Prima mengingatkan adanya kondisi yang masih harus dibenahi pada Sungai Citarum, yakni terkait pencemaran akibat limbah feses, yang berasal dari limbah kotoran hewan maupun manusia.
Baca Juga: Cara Satgas Citarum Perangi Sampah, Kolaborasi dengan Pemerintah dan Industri
“Yang masih cukup tinggi total bakteri E.Coli dari limbah hewan ternak dan manusia. Angkanya menurun bila dibandingkan sebelum 2020, tapi masih relatif tinggi. Ini menunjukan sanitasi masih harus menjadi perhatian,” ungkapnya.