News

Guru Besar FEB Unpad: Kegagalan Program Vaksinasi Covid-19 akan Memicu Kerugian Ekonomi

Radar Bandung - 24/12/2020, 11:22 WIB
OR
AY
Oche Rahmat, Ali Yusuf
Diedit oleh Redaksi
Ilustrasi: Relawan saat mengikuti simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Kota Bandung, Kamis (6/8/2020). FOTO: TAOFIK ACHMAD HIDAYAT/RADAR BANDUNG

RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unpad Prof. Arief Anshory Yusuf mengatakan, kegagalan program vaksinasi Covid-19 akan memicu kerugian ekonomi bagi Indonesia.

Dalam hitungannya, kerugian bisa mencapai Rp1.600 Triliun per tahun.

Potensi kerugian itu, kata Arief, berdasarkan pada hitungan kuartal III dan IV ekonomi Indonesia yang mencatat aktivitas mobilitas orang Indonesia masih 20 persen lebih rendah di bawah normal.

“Kalau vaksin ini gagal maka akan selalu begitu. Nah 20 persen mobilitas ekonomi di bawah normal ini kalau saya translasikan ke kapasitas ekonomi, itu kira-kira 10 persen di bawah kapasitas, kalau dirupiahkan kerugiannya sebesar Rp1.600 triliun,” katanya via ponsel, kemarin.

Oleh karena itu, pengerjaan program vaksin Covid-19 harus secara matang.

Arief menegaskan pada kualitas vaksin. Vaksin di Indonesia, berbeda konteks dengan vaksin di Amerika, Inggris atau Singapura. Arief mempertanyakan terkait efikasi atau khasiat.

“Jadi, kalau bilang vaksinnya ada, ya ada. Tapi kan efikasinya, ya belum jelas juga,” kata Arief.

Baca Juga: Teknis Vaksinasi Covid-19: Warga Bandung akan Dikirimi SMS

Kendati demikian, Arief tetap menyambut baik langkah pemerintah soal vaksin gratis. Pasalnya, suntik vaksin berbayar sangat berpotensi pada kegagalan program vaksinasi.

Terlebih, anggaran pemerintah untuk menggulirkan vaksinasi gratis sebetulnya lebih dari cukup.

Baca Juga: 64 Persen Masyarakat Mau Divaksin Covid-19, Yang Lain Khawatir Efek Samping

Berdasarkan perhitungannya, tiap satu kali program vaksinasi tak akan menyedot anggaran lebih dari Rp100 triliun. Nominal itu masih lebih rendah ketimbang alokasi anggaran dana PEN tahun 2020 yang mencapai Rp695 triliun.

“Anggaran kita jauh lebih dari cukup, kalau saya hitung biaya vaksinnya saja hanya mencapai Rp 44 triliun, tambah ongkos distribusi dan lainnya, katakanlah jadi Rp 100 triliun. Angka itu kan masih jauh lebih kecil, daripada nilai anggaran dana PEN,” katanya.

Baca Juga: Vaksin Gratis

“Pilihannya ada dua. Divaksin dengan anggaran Rp100 triliun. Atau biarkan orang bayar vaksin sendiri dengan potensi kegagalan kerugian ekonomi 1.600 triliun per tahun,” tambahnya.

Lebih jauh, ia berharap pemerintah melalui Menteri Kesehatan yang baru tidak mengandalkan program vaksinasi Covid-19 sebagai satu-satunya cara dalam menanggulangi Pandemik.

Baca Juga: Sri Mulyani Siapkan Rp54,4 Triliun untuk Vaksinasi Covid-19 Gratis

Kebijakan seperti testing, tracing, dan treatment (3T) yang saat selama ini abai dilakukan, bisa lebih gencarkan lagi.

“Coba ini maksimalkan lagi. Kemarin saya baca Positivity rate Indonesia mencapai sekitar 25 persen. Artinya tes kita masih rendah, standarnya kan 5 persen,” jelasnya.

“Intinya, vaksin gratis memang harus. Tapi itu bukan satu-satunya jawaban atas tantangan. Karena dengan gratis vaksin belum tentu kita berhasil menyelesaikan masalah Covid-19,” pungkasnya.

(muh/radarbandung)