RADARBANDUNG.id, SOREANG – Plt Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Bandung, Marlan mengatakan, para produsen tahu dan tempe rata-rata menggunakan kedelai impor. Sehingga, jika supply kurang, maka harga kedelai pasti akan naik.
“Sekarang Rp9.000/kg dari harga Rp6.500. Pasti mereka (produsen tahu tempe) kesulitan produksi,” ujar Marlan via telepon, Minggu (3/1/2020).
Menurut Marlan, para petani di Kabupaten Bandung cenderung kurang tertarik dengan kedelai. Agak sulit kalau diminta menanam kedelai.
Jika menaman kedelai, dalam satu hektare hanya akan menghasil beberapa ton saja. Pola tanam tersebut berbeda dengan menanam padi. Karena itu, Marlan katakan, kedelai setiap tahunnya impor.
“Produksi dalam negerinya sedikit. Jadi untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya pasti harus impor terus. Kalau Jawa Tengah disubsidi pemerintah, supaya petaninya mau tanam kedelai. Kita juga ada harus ada kebijakan seperti itu,” sambungnya.
Tahu dan tempe merupakan kebutuhan masyarakat. Marlan mengungkapkan salah satu solusi untuk membantu menghadapi kenaikan harga kedelai adalah dengan menaikan harga jual tahu tempe. Namun harus dipikirkan juga konsumennya, apakah mau atau tidak.
Baca Juga: Produsen Tahu di Bandung Berharap Kenaikan Harga
“Nah ini yang sepertinya jadi kesulitan juga dari pengusaha tahu dan tempe, takutnya kalau harga naik, jadi tidak laku. Selain itu, solusinya dengan memproduksi tahu dan tempe dilokalan, tidak hanya mengandalkan (kedelai) impor saja,” ungkap Marlan.
Pihaknya akan terlebih dulu melihat langkah pemerintah pusat dalam menyikapi kenaikan harga kedelai. Ia khawatir fenomena kenaikan harga hanya sementara.
“Takutnya kan ini hanya sebatas sementara, nanti turun lagi. Kita akan melihat saja seperti apa, kalau memang harus ada kebijakan, ya kita lihat kebijakan dari pusat juga seperti apa,” pungkasnya.
(fik/radarbandung)