RADARBANDUNG.id – BMKG menyebutkan penyebab banjir di Jabodetabek, khususnya Jakarta, karena cuaca ekstrem. BMKG juga meminta warga waspada lagi pada 23-24 Februari.
“Saat ini dalam periode musim hujan setidaknya sampai akhir Maret atau akhir Februari perlu menjadi kewaspadaan. Artinya sampai berakhirnya musim hujan ini,” kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto dalam konferensi pers virtual yang disiarkan di YouTube BMKG, Sabtu (20/2/2021).
Berkaitan kondisi banjir Jakarta Jumat (18/2) dan Sabtu (19/2), Guswanto mengatakan hal itu terjadi karena tiga faktor dari sisi air.
Yang pertama hujan pada wilayah Jabodetabek yang nanti muaranya ke Jakarta.
Kedua curah hujan wilayah Jakarta itu sendiri. Dan ketiga adanya pasang naik muka air laut di Jakarta.
“Kalau ketiganya beramplifikasi ini akan menjadi lebih jadi perhatian bagi DKI, apabila ketiganya terjadi, di samping faktor lain seperti lingkungan,” kata Guswanto.
Kepala BMKG Dwikorita menjelaskan hujan dengan intensitas ringan hingga lebat berpotensi terjadi sepekan ke depan.
“Untuk periode sepekan ke depan, wilayah Jabodetabek umumnya berpotensi hujan dengan intensitas ringan hingga sedang,” katanya.
“Namun besok itu tanggal 21 Februari warnanya menjadi hijau muda artinya apa, ini intensitasnya menjadi rendah,” kata Dwikorita.
Pada 22 Februari 2021 diprediksi hujan dengan intensitas ringan masih terjadi di wilayah Jabodetabek.
Namun masyarakat perlu mewaspadai cuaca hujan dengan intensitas lebat berpotensi terjadi kembali pada 23-24 Februari 2021.
“Hari ini kesimpulannya, hari ini kita masih harus waspada ya. Kemudian waspada berikutnya tanggal 23 dan tanggal 24 Februari, itu yang perlu kami tekankan,” kata Dwikorita.
Dwikorita menyebutkan sesuai dengan prediksi BMKG bahwa pada 18-19 Februari wilayah Jabodetabek diguyur hujan secara merata dengan intensitas hujan lebat hingga sangat lebat.
“Yaitu lebat itu lebih dari 50 mm, sangat lebat 100-150 mm dengan kondisi curah hujan ekstrem mencapai lebih dari 150 mm semuanya dalam waktu 24 jam,” kata Dwikorita.
Berdasarkan pengamatan BMKG, curah hujan di wilayah Halim Perdana Kusuma yaitu tercatat 160-176 mm per hari, kemudian di Sunter hulu curah hujan tercatat 170 mm per hari.
Sementara di Lebak Bulus curah hujan mencapai 154 mm per hari . Dan Pasar Minggu tercatat 226 mm per hari.
“Kemudian kejadian hujan di wilayah Jabodetabek tersebut, umumnya terjadi pada malam dan terus menerus sampai dini hari dan berlanjut menjelang pagi hari. Itu waktu kritis yang perlu diwaspadai,” jelasnya.
Lebih lanjut Dwikorita menjelaskan kondisi cuaca ekstrem ini terjadi karena beberapa faktor.
Pertama, pada 18-19 Februari termonitor adanya aktivitas penguatan udara yang cukup signifikan, seruakan udara dari Asia.
Baca Juga:
- BMKG Pantau Sesar Lembang Sejak 1963, Tak Ada yang Tahu Kapan Gempa Kuat akan Terjadi
- Bukan Menakut-nakuti, BMKG Ingatkan Potensi Gempa Sesar Lembang
Dimana aktivitas tersebut cukup signifikan mengakibatkan peningkatan aktivitas awan hujan di wilayah Indonesia bagian Barat.
Kondisi ini juga terjadi karena adanya gangguan atmosfer di zona ekuator. Gangguan aktivitas di zona ekuator ini mengakibatkan adanya perlambatan dan pertemuan angin, ada pembelokan, perlambatan dan pertemuan angin dari arah utara.
“Kebetulan terjadi membeloknya itu tepat melewati Jabodetabek,” jelasnya.
“Saat membelok melambat di situlah terjadi peningkatan intensitas pembentukan awan hujan yang terkondensasi turun sebagai hujan dengan intensitas tinggi,” tutup Kepala BMKG Dwikorita.
(ral/int/pojoksatu)