RADARBANDUNG.id, MENTERI Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo menyesalkan kebocoran data BPJS Kesehatan. Dia mendukung Kemenkominfo untuk mengusut tuntas kebocoran data tersebut. Sebab, sangat mungkin di dalamnya juga ada data aparatur sipil negara (ASN).
Tjahjo menuturkan, BPJS Kesehatan membentuk tim khusus bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kemenkominfo, serta Telkom untuk melakukan penelusuran. Kemenkominfo telah memanggil direksi BPJS Kesehatan untuk segera memastikan dan menguji ulang data pribadi yang bocor.
Tjahjo juga mendorong DPR segera mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi demi terjaminnya data masyarakat, khususnya ASN. Pasalnya, saat ini dasar hukum perlindungan data pribadi WNI masih berbentuk rancangan undang-undang (RUU).
Dia menilai RUU itu penting. Sebab, selama ini terlihat bahwa penegak hukum masih sulit menerapkan sanksi tegas, terutama yang bersifat pidana, kepada oknum yang membocorkan data konsumen.
”Jadi, penting agar RUU Perlindungan Data Pribadi segera disahkan,” ucap politikus PDIP tersebut.
Baca Juga: Pembobol Data Peserta BPJS Kesehatan Diduga Berusia 19 Tahun
Perlindungan data pribadi masih mengacu pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016. Pasal 36 menyebutkan bahwa pihak yang menyebarluaskan data pribadi dikenai sanksi berupa peringatan lisan dan tertulis, penghentian kegiatan, atau pengumuman di situs online.
Aturan itu merupakan turunan dari pasal 26 ayat (1) UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menyatakan bahwa penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan yang bersangkutan.
Data Pribadi Wajib Dilindungi
Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) Cecep Suryadi menegaskan, data pribadi wajib dilindungi. Semua pihak, baik badan publik maupun pihak swasta yang memiliki dan menyimpan data pribadi seseorang, harus melindungi kerahasiaannya.
Hal itu sesuai dengan UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta UU 24/ 2013 tentang Perubahan atas UU 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Cecep menyatakan, saat ini sudah terjadi darurat perlindungan data pribadi. Sebab, jaminan hukum atas perlindungan data pribadi masih sangat lemah. Selain itu, pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi belum selesai.
Dengan banyaknya kasus kebocoran data pribadi WNI, dia berharap DPR dan pemerintah segera menyelesaikan pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi demi menjaga kerahasiaan data masyarakat Indonesia.
“Di tengah darurat perlindungan data pribadi, RUU Perlindungan Data harus segera disahkan,’’ tegasnya.
Cecep melanjutkan, perlindungan data pribadi WNI merupakan hal dasar yang harus diperhatikan. Percepatan pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi dapat menjadi solusi untuk menata pengelolaan data pribadi.
“Agar masyarakat dapat memperoleh jaminan hukum yang jelas,” tuturnya.
Fraksi PKS DPR menyarankan agar kasus itu dibicarakan lintas sektor demi menemukan solusi agar data penduduk tidak bocor lagi di masa mendatang.
Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS Mulyanto, persoalan tersebut sebaiknya dibahas di berbagai komisi DPR karena menyangkut beberapa elemen.
Baca juga: Data Pribadi TNI – Polri Peserta BPJS Kesehatan Diduga Ikut Bocor
Di antaranya, jaminan keamanan data pribadi yang menjadi ranah komisi I, hukum yang jadi kewenangan komisi III, serta upaya pencegahan pengambilan di komisi VII.
“Ini berpotensi disalahgunakan ke mana-mana seperti penipuan, tindak kriminal kekerasan, KTP palsu, dan penipuan pinjol,” jelasnya kemarin.
Baca Juga: Al-Qur’an Dibakar dan Viral di Medsos, Polisi Kejar Pelaku
Selain melibatkan lintas komisi di DPR, dia juga menyarankan agar pembahasan kasus itu melibatkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagai otoritas riset dan teknologi. Ia berharap, badan tersebut bisa mengembangkan sistem guna mencegah kebocoran data digital di masa depan.
“Lembaga litbang ini sangat penting untuk mengembangkan teknologi yang andal agar dapat melindungi kerahasiaan data publik,” imbuh anggota Komisi VII DPR itu.
(jpc)