Menjadi peternak domba khas atau Domba Garut, Haji Sutaryat, merasa bangga. Usaha yang dipilihnya itu bukan sebatas beternak, namun secara langsung ia telah mempertahankan kesenian tradisional di Tatar Sunda.
GATOT POEDJI UTOMO/RADAR BANDUNG
Awalnya, Sutaryat kurang begitu tertarik untuk beternak domba. Sebab kala itu dia sedang menjalankan usahanya di bidang pertanian dengan menjual bermacam komoditas sayuran. Hasil dari tanamnya itu kemudian di kirim ke sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Bandung Barat.
“Untuk tambahan penghasilan, waktu itu orang tua minta agar saya mau ternak domba aduan. Tapi saya masih fokus jualan sayuran, sehingga belum terlaksana,” kata Sutaryat, kepada Radar Bandung.
Meski orang tuanya sudah menyuruh agar menambah usaha pada bidang peternakan. Namun pria yang karib di sapa Pak Haji ini belum memutuskan untuk segera menjalankan usaha yang sebetulnya adalah usaha turun temurun dari keluarganya.
“Intinya belum terbayangkan bagaimana caranya mengurus domba, apalagi domba adu,” ucapnya.
Hari berlalu. Bisnis sayuran Sutaryat tetap jalan seakan tanpa kendala. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, akhirnya ia tiba-tiba saja ingin menjalankan usaha ternak yang sempat ditawarkan oleh orang tuanya tersebut.
Sutaryat pun bercerita, ketertarikannya menjalankan ternak domba khas itu berawal pada saat Lebaran Idul Adha. Waktu itu ia membawa domba untuk dijual. Namun domba yang ia bawa itu memiliki postur tubuh yang tegap, serta memiliki tanduk yang berbeda dengan domba lain, yang biasanya di gunakan untuk berkurban.
“Pas mau saya jual, ada yang bilang kalau domba saya ini adalah domba spesial. Karena selain ada nilai jual tinggi, domba seperti ini punya nilai seni juga,” ungkapnya.
Akhirnya dia memutuskan untuk meneruskan keinginan dari orang tuanya tersebut. Tak tanggung-tanggung, hampir tiap minggu ia membeli domba tangkas dengan bibit terbaik.
“Karena sudah tau prospeknya bagus, dalam waktu seminggu saya beli domba sampai lima ekor. Itu semuanya domba pilihan. Kemudian saya rawat dan pelihara sampai sekarang,” ungkapnya.
Sampai saat ini, Sutaryat memiliki 22 ekor domba tangkas berkualitas dengan harga yang lumayan fantastis. Untuk harga domba bervariasi. Ada yang Rp5 juta, hingga lebih dari Rp25 juta per ekornya.
Dia menjelaskan, bukan hal mudah agar domba memiliki kualitas dan harga yang tinggi. Untuk mendapatkan hasil maksimal, perlu ketekunan serta keterampilan peternak dalam pemeliharaan dan perawatannya.
Selain menjaga kesehatan domba, lanjut Sutaryat, peternak harus mampu melatih domba-dombanya. Biasanya dalam melatih domba tangkas ada orang khusus sebutannya ‘Bobotoh’. Untuk domba yang dinilai siap, nantinya ikut serta dalam sebuah event ‘Kontes Ketangkasan Domba Garut’.
“Bobotoh ini selain merawat dan melatih, dia juga akan mencarikan lawan tanding yang seimbang untuk di tes ketangguhannya. Bahkan, bobotoh juga akan mengantar domba hingga ke pamidangan atau arena tanding,” tuturnya.
Ia menyebutkan, harga domba tangkas bisa semakin mahal apabila domba tersebut keluar menjadi juara pada setiap kelas yang ditandingkan dalam kontes tersebut.
Sekali turun ke pamidangan, Padepokan Putra Barokah, tentunya selalu menurunkan domba terbaiknya. Ada enam domba yang selalu ikut serta dalam kontes. Domba-domba itu bernama, Bimbo usia 4 tahun, Laser usia 3 tahun, Mawar 5 usia 5 tahun, Cempaka usia 4 tahun, Candra 3 tahun dan Topan 3 tahun. Keenam domba tersebut sering menjuarai kontes di berbagai daerah.
“Ini kepuasan saya menjadi peternak domba khas. Nama keluarga dan padepokan pun jadi terangkat oleh ketangkasan domba yang saya rawat dengan baik selama ini,” pungkas Sutaryat.
(*)