RADARBANDUNG.id – SEKRETARIAT Joko Widodo (Jokowi)-Prabowo Subianto menggelar syukuran sebagai momen adanya masyarakat yang menginginkan mereka berdua menjadi pasangan capres dan cawapres di Pilpres 2024 mendatang.
Penasihat Jokowi-Prabowo Subianto (Jokpro), M, Qodari mengatakan muncul ide menjadikan Jokowi menjadi Presiden Indonesia karena ia bersama dengan relawan lainnya tidak ingin adanya polarisasi di masyarakat.
Ia mencontohkan, pada Pilpres 2014 dan 2019 terjadi polariasi di masyarakat. Bahkan di Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu juga mengalami hal yang sama. Masyarakat dengan yang lainnya saling menghujat demi membela yang didukungnya.
“Tujuannya apa karena akan ada satu calon saja, dan Jokowi-Prabowo lawannya kotak kosong. Saya antisipasi bahwa polarisasi ini makin mengeras menuju 2024. Maka Jokowi-Prabowo gabung saja,” ujar Qodari di Kantor Jokpro di kawasan Mampang, Jakarta, Sabtu (19/6).
Ia menambahkan dengan adanya satu calon dan Jokowi-Prabowo melawan kotak kosong, maka akan mencegah terjadinya polarisasi pada Pilpres 2024.
“Jadi kondisi ancaman polarisasi itu jadi sangat turun kalau dua orang ini bergabung maka akan ada kekuatan politik besar,” katanya.
Qodari menyadari memang wacana ini mengundang polemik. Sebab dalam UUD 1945 kepala negara hanya boleh menjabat dua periode. Artinya supaya Jokowi bisa maju di Pilpres 2024 maka melakukan amandemen UUD 1945.
Namun bagi Qodari, masyarakat juga punya aspirasi bahwa masih banyak yang menginginkan Jokowi kembali menjadi kepala negara di periode ketiga.
“Amandemen itu bukan barang haram bahkan dalam konstitusi kita diatur dan cara melakukan amandemen,” ungkapnya.
Qodari lantas membandingkan Prabowo Subianto juga berjanji jika terpilih menjadi Presiden Indonesia. Maka UUD 1945 bakal kembali ke versi awal. “Jadi kita hanya menginginkan Jokowi ini tiga periode, bukan empat periode,” ungkapnya.
Qodari sendiri memutuskan mundur dari Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) setelah membulatkan tekad berjuang menjadikan Jokowi sebagai presiden tiga periode.
Ia mengatakan, ia ingin menjadikan Jokowi dan Prabowo Subianto untuk berduet sebagai pasangan capres-cawapres tanpa membawa latar belakang Direktur Eksekutif Indo Barometer.
“Saya sepenuhnya menyadari bahwa posisi saya hari ini adalah aktivis, bukan sebagai surveyour. Sehingga saya itu mundur dari Persepi,” ujar Qodari.
Qodari menjelaskan alasan mundur dari Persepi lantaran ada teman-temannya di perhimpunan tersebut yang tidak setuju dengan gagasannya supaya Jokowi menjadi Presiden Indonesia tiga periode.
“Jadi saya memutuskan mundur karena ada temen-teman yang nggak setuju di Persepi. Saya nggak mau kelahi ya dengan teman-teman sendiri,” katanya.
Baca Juga: Prabowo Terang-terangan Masih Bersedia Jadi Capres 2024
Ia mengungkapkan gagasan Jokowi menjadi kepala negara tiga periode pada Maret 2021 dalam sebuah program di televisi. Kemudian gayung bersambut banyak masyarakat yang mendukung gagasan itu.
“Organiasi ini (Jokpro) merupakan wadah dari berbagai pihak yang menyambut ide dan gagasan yang saya lontarkan pada Februari-Maret 2021,” ujar Qodari, Sabtu (18/6).
Baca Juga: Jokowi dan Prabowo Akan Jadi Saksi Pernikahan Atta dan Aurel
Qodari mengatakan, Sekretariat Jokpro diisi oleh para relawan pendukung Jokowi pada 2014 dan 2019 kemarin. Semuanya memiliki keinginan yang sama menjadikan Jokowi sebagai kepala negara selama tiga periode.
“Misalnya ada Ketua Jokpro ini ada Mas Baron adalah simpatisan lama Pak Jokowi, ia punya komunitas pendukung Jokowi namanya Caberawit, dan mereka mengundang saya ketemu dengan mereka semua dan bentuk selanjutnya adalah organisasi ini,” katanya.