RADARBANDUNG.id – Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) seperti rokok elektrik, rokok tembakau yang dipanaskan, Snus (tembakau tanpa asap bubuk lembab) atau kantung nikotin memerlukan kajian ilmiah yang menyeluruh.
Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR), Ariyo Bimmo mengatakan, kajian ilmiah memiliki peran penting untuk kehadiran dan penerimaan produk HPTL di masyakarat.
“Jika ada hasil dari kajian ilmiah maka dapat dijadikan landasan untuk membuktikan bahwa produk HPTL memilki risiko yang jauh lebih rendah daripada rokok biasa, sehingga dapat dijadikan solusi untuk menekan prevalensi merokok,” ucap Ariyo dalam keterangan tertulisnya, Minggu (4/7/2021).
Sehingga, kata Ariyo, adanya hasil kajian ilmiah, para pembuat kebijakan dapat merumuskan regulasi yang sesuai dengan profil risiko dan karakterisktik dari produk HPTL, bukan berdasarkan asumsi.
Sementara itu, Peneliti dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), Amaliya mengungkapkan, industri produk tembakau alternatif perlu didorong kajian ilmiah yang masif.
Sebab sampai saat ini, ucap Amaliya, masih banyak persepsi di publik bahwa produk tembakau alternatif bukanlah solusi bagi perokok dewasa untuk beralih dari produk yang berisiko tersebut. Produk ini bahkan dianggap lebih berbahaya dari rokok.
“Memang sebaiknya dilakukan kajian untuk melihat dampak dari penggunaan produk ini, apakah sesuai dengan tujuan utamanya yaitu untuk para perokok dewasa yang tidak dapat berhenti merokok,” kata Amaliya.
Ia melanjutkan, kajian terhadap produk tembakau alternatif sudah banyak dilakukan di luar negeri. Kajiannya meliputi aspek sosial budaya, persepsi karakteristik dan kondisi kesehatan pengguna.
“Tapi memang masih sangat terbatas di Indonesia tentang penelitian produk tembakau alternatif ini,” katanya.
Berdasarkan sejumlah kajian di dalam dan luar negeri telah membuktikan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko yang jauh lebih rendah daripada rokok.
Oleh karena itu, Amaliya menilai produk ini dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah rokok.
“Dalam menanggulangi epidemi merokok ini ternyata tidak bisa dengan dua opsi, berhenti atau mati. Untuk menanggulangi adiksi ini, dari beberapa konsep tidak bisa langsung menghapuskan sampai nol,” ungkapnya.