RADARBANDUNG.id, SOREANG- Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) membantu peningkatan nilai tambah dan kualitas mutu pertanian tembakau.
Diharapkan tahun ini bisa tercipta varietas unggul tembakau asli Kabupaten Bandung.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung melalui Kepala Bidang Perkebunan, Nursadiah mengatakan, petani tembakau di Kabupaten Bandung itu tersebar di 17 kecamatan seperti Paseh, Ibun dan Cikancung.
Potensi untuk pertanian tembakau juga cukup luas karena lahan yang tersedia mencapai 1.524 hektare. Tembakau ini merupakan komoditas yang masuk tiga besar, selain kopi dan teh.
Dengan demikian, ungkap Nursadiah, dengan DBHCHT bisa mendukung sejumlah program dalam rangka peningkatan nilai tambah dan kualitas mutu tembakau.
“Kalau untuk DBHCHT itu sekarang sebesar Rp3.402.176.500. Kalau kegiatan tembakau di dinas pertanian terbagi atas tiga bidang yaitu perkebunan, tanaman pangan dan sarana prasarana,” ujar Nursadiah di Soreang, beberapa waktu yang lalu.
Salah satu program pengembangan kualitas mutu tembakau adalah uji multi lokasi. Nursadiah mengungkapkan sampai saat ini, Kabupaten Bandung belum memiliki varietas unggul.
Hal tersebut dikarenakan varietas yang dipakai oleh para petani di lapangan masih belum seragam.
“Sehingga kita ingin agar petani itu punya nilai tambah, jadi agar juga punya kualitas mutu tembakau yang baik, karena kita melakukan uji multi lokasi itu tiga tahun, mudah-mudahan tahun depan bisa muncul varietas unggul,” tutur Nursadiah.
“Mudah-mudahan kalau sudah punya, mereka bisa mempergunakannya dan bisa menjual benih tembakau keluar,” sambungnya.
Untuk proses pemasarannya sendiri, ungkap Nursadiah, biasanya petani bekerjasama dengan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI). Biasanya ditampung kemudian dijual ke daerah Padang.
Program-program lainnya di bidang perkebunan yaitu budidaya tembakau, peremajaan kopi, pengembangan alpukat, jeruk lemon, alat pasca panen tembakau, sidang pelepasan tembakau, uji kadar nikotin hingga uji ketahanan terhadap penyakit.
Kata Nursadiah, penerima manfaatnya adalah petani tembakau atau masyarakat sekitar petani tembakau, hingga alat pasca panen.
Lalu pada bidang ketahanan pangan itu ada pengawasan penggunaan sarana pendukung pertanian sesuai dengan komoditas teknologi dan spesifik lokasi.
“Program penyediaan dan pengembangan sarana pertanian yang kegiatannya adalah koordinasi dan sinkronisasi master plan pengembangan sarana kawasan dan komoditas perkebunan yang ada di bidang sarana prasarana,” papar Nursadiah.

Asisten Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) Pemerintah Kabupaten Bandung, Marlan
Asisten Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) Pemerintah Kabupaten Bandung, Marlan mengatakan, DBHCHT digunakan untuk peningkatan kualitas petani tembakau. Misalnya untuk kegiatan pelatihan di Dinas Ketenagakerjaan yang anggarannya hampir Rp4 miliar.
“Selain pelatihan juga diberi peralatan,” ujar Marlan.
Kata Marlan, penerapan DBHCHT ini akan melibatkan beberapa perangkat daerah yang akan mengintervensi langsung kepada para petani tembakaunya.
“Seperti kegiatan pelatihan oleh Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag), kemudian dari Dinas Pertanian nanti lebih ke memberikan bibit tembakau unggul, kemudian beberapa teknologi pertanian yang mungkin bisa meningkatkan kualitas tembakaunya,” papar Marlan.
Ketua kelompok Tembakau Mekar Laksana, Atju Sujana mengatakan DBHCHT banyak manfaatnya. Misalnya untuk pengadaan sarana prasarana pasca panen.

Aktivitas peninjauan area perkebunan tembakau.
Selain itu, juga ada bantuan berupa pelatihan. Tidak hanya pelatihan untuk petani, tapi juga anak petani diberi pelatihan, seperti pelatihan bengkel dan jahit.
Utja mengaku sudah sejak 1968 menjadi petani tembakau. Saat ini dirinya memiliki 25 hektare lahan di Desa Loa Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung. Untuk pemasarannya sendiri, kata Utja, ke daerah Tasik.
“Perkilogram dulu Rp60 ribu yang kelas 1, kalau sekarang belum ada pemasaran. Saya mengolah sendiri dari daun sampai siap jual,” ungkap Utja.
Penasihat Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Bandung, Alo Sobirin menambahkan, di Kabupaten Bandung ini terdapat 71 kelompok tani tembakau.
Varietas yang banyak ditanam oleh para petani adalah jenis Nani 1-16, Temanggung dan ada beberapa varietas lainnya.
“Bertani tembakau itu unik. Tidak sekedar mencari untung saja, tapi ada kepuasan tersendiri. Sehingga walaupun jumlahnya enggak banyak petani yang menanam tembakau itu ada saja. Jadi seperti tradisi turun-temurun yang terjaga sampai saat ini,” tutur Alo.

Grafis: Radar Bandung
Baca Juga: Program Pelatihan DBHCHT Tingkatkan Kesejahteraan Petani Tembakau
Alo melanjutkan, jika dirata-ratakan, kemampuan produksi tembakau di Kabupaten Bandung yakni sekitar 100 ton pertahun. Biasanya, tembakau diolah menjadi jenis mole yang biasa dijual langsung ke konsumen atau ke toko-toko penjual tembakau.
Kemudian ada juga tembakau Mole hitam untuk memenuhi pesanan ke Payakumbuh Sumatera Barat. Selain kedua kedua jenis itu, ada juga jenis tembakau rajang kasar yang biasa dijual ke industri rokok di Temanggung Jawa
“Kalau ke Temanggung Jawa Tengah itu, kita tidak akses langsung. Tapi perdagangan melalui agen yang ada di Sumedang dan Garut. Nah kalau untuk tembakau mole, itu dijual langsung ke konsumen atau ke toko tembakau, karena hingga saat ini penggemar rokok linting itu masih ada. Kalau tembakau Mole hitam itu untuk pesanan ke Payakumbuh Sumatera Barat,” pungkasnya.
(adv)