RADARBANDUNG.id- Reisa Broto Asmoro menjelaskan mitos-mitos yang berkembang seputar vaksin COVID-19. Menurut juru bicara pemerintah untuk Penanganan COVID-19 ini, masyarakat perlu tahu apa saja mitos dimaksud. Duta adaptasi kebiasaan baru ini kemudian memaparkannya satu persatu.
1. Keberadaan chip yang disuntikkan ke dalam tubuh melalui vaksin COVID-19.
“Mitos ini banyak banget berkembang karena pada tidak paham isi vaksin itu sebenarnya apa. Sebenarnya isi vaksin itu mau itu vaksin buatan Amerika, Eropa, China, itu semuanya punya standar internasional yang sama,” ujar Reisa dikutip Sabtu (28/8).
Ia menjelaskan bahwa vaksin hanya berisi komponen virus serta bahan-bahan yang membuat vaksin awet di dalam tubuh. Jadi tidak ada tuh isi chip segala macam,” tegasnya.
2. Mitos tentang merokok dapat menangkal virus corona
Reisa menegaskan hal itu tidak benar. Ia mengatakan bahwa merokok justru memperburuk kondisi tubuh, terlebih terinfeksi COVID-19.
Merokok, juga berpotensi menularkan droplet ke lingkungan sekitar. Apalagi jika dilakukan di ruangan yang tidak memiliki sirkulasi udara yang bagus. Hal itu membuat virus bertahan di udara dan berpotensi terhirup oleh orang lain.
3. Mitos menyebut anak-anak kebal terhadap COVID-19
Ia mengatakan bahwa tingkat kematian anak-anak karena COVID-19 di Indonesia justru tergolong tinggi.
“Jadi jangan salah kaprah, anak-anak ini bukan berarti kebal dan justru malah kita harus bersedih karena di Indonesia tingkat kematian anak karena COVID-19 ini tinggi sekali dibanding negara lain.”
“Jadi kita harus hati-hati ekstra jaga anak-anak, ajarkan mereka protokol kesehatan 3M,” kata Reisa.
4. Anggapan protokol kesehatan dapat diabaikan setelah menerima vaksin COVID-19
Reisa menilai hal itu salah kaprah, karena vaksinasi COVID-19 tidak membuat tubuh menjadi kebal 100 persen. Vaksin, merupakan bagian dari ikhtiar membentengi diri dari penularan COVID-19.
Selain vaksin, ikhtiar lain yang harus dilakukan adalah menerapkan protokol kesehatan.
“Nanti suatu saat kalau misalnya semuanya sudah divaksinasi, kita sudah mempunyai herd immunity atau kekebalan imunitas, baru kita bisa berharap melonggarkan protokol kesehatan ini,” kata Reisa.