Kalau wisata di Pulau Bali cenderung sepi, sejumlah wilayah di Pulau Jawa justru mulai kembali bergairah. Hingar-bingar malam hari di Malioboro, Yogyakarta sudah berdenyut kembali.
Laporan: Imam Rahmanto
SURABAYA hanya menjadi tempat persinggahan sementara tim ekspedisi Gerakan Anak Negeri. Kampanye sosial adaptasi terhadap Covid-19 lebih condong menjangkau daerah-daerah yang populer dengan unsur pariwisatanya, seperti Yogyakarta.
Butuh waktu 4 jam lamanya menempuh perjalanan Surabaya – Yogyakarta. Selepas tengah hari, rombongan langsung menginjak pedal gas menuju Kota Keraton, Jumat (17/9). Mereka tak ingin lagi kehilangan momen untuk bisa menjajal beberapa objek wisata di daerah tersebut. Salah satunya, yakni Candi Borobudur.
Alur perjalanan tim ekspedisi lebih banyak berkutat dengan garis-garis virtual di dalam layar gadget. Google Maps lebih banyak memandu perjalanan itu dari satu kota ke kota lainnya.
Jalan pintas menuju Candi Borobodur, Magelang juga ditarik melalui aplikasi smartphone tersebut. Tak ayal, rombongan mesti melintasi jalan sempit yang berkelak-kelok. Bonusnya, Gunung Merapi dan Merbabu membentang sepanjang perjalanan dari gerbang tol Salatiga.
Bahkan suhu udara sempat menjadi sedikit lebih dingin dari biasanya. Perjalanan mengitari lereng Merbabu itu membawa rombongan mencapai titik tujuan di Magelang. Sayangnya, Candi Borobudur ternyata masih ditutup dari aktivitas wisata seperti biasanya.
Para guide atau pemandu hanya bisa menawarkan trip ke dalam kawasan Witarka Resto Borobudur. Pengunjung hanya boleh masuk di dalam restoran tersebut dengan pemandangan puncak stupa Candi Borobudur. Sementara, halaman candi sama sekali tak boleh diakses para pengunjung.
Inisiator Gerakan Anak Negeri, Hazairin Sitepu sempat ingin mengakses tangga pertama dari candi kebanggaan Indonesia itu. Hanya saja, pengawasan dari sejumlah security atau penjaga terbilang sangat ketat.
Para pengunjung sama sekali tak bisa menjejakkan kakinya keluar dari wilayah restoran. Alternatifnya, wisatawan hanya boleh berfoto di halaman belakang restoran dengan latar belakang puncak stupa Borobudur.
“Kita ternyata tidak diperbolehkan untuk masuk ke sana. Di sini masih ditutup karena PPKM. Namun, beberapa wisatawan terlihat sudah ada yang berkunjung. Mudah-mudahan pemerintah secepatnya membuka kembali objek wisata ini,” ungkapnya.
Berbeda dengan situasi di Borobudur, aktivitas wisata di sekitar kota Jogja – sebutan Yogyakarta – justru sudah mulai berdenyut. Kawasan Malioboro sudah dipenuhi dengan para pedagang kuliner maupun oleh-oleh. Wisatawan bebas berjalan-jalan sepanjang jalan utama di jantung kota Jogja itu. Sesekali, security hanya mengingatkan pengunjung agar tetap mengenakan maskernya.
Tim ekspedisi menyusuri Jalan Malioboro dari ujung ke ujung. Momen makan malam sengaja dilangsungkan di salah satu kawasan populer itu untuk sekaligus membuktikan denyut pariwisata di tengah pandemi. Malam-malam di Nol Kilometer Jogja dan Malioboro tampak hidup dan bergairah.
“Saya sudah menyaksikan bagaimana wisata di Bali yang luar biasa hancur karena dihajar pandemi. Hal itu terbalik dengan kondisi Jogja, yang malah seperti tidak ada Covid-19. Mungkin karena warganya menganggap bahwa Covid-19 telah selesai,” ucap lelaki yang juga CEO Radar Bogor Group ini.