RADARBANDUNG.id, BANDUNG – 80 persen bahan baku yang digunakan oleh industri pengolahan susu masih berasal dari impor sementara 20 persennya berasal dari peternak lokal.
hal itu diungkapkan oleh Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika dalam acara Gathering Forwin 2021 dan Workshop bertema ‘Industri Agro bersama Media Mendorong Program Kemitraan Industri Pengolahan Susu’ di Bandung, Kamis (18/11).
Menurutnya, pemerintah harus menangani hal ini secara serius. Jika tidak, indusrti pengolahan susu Indonesia akan terus bergantung pada impor.
“Kalau tidak serius ditangani kemungkinan 80 persen bisa menjadi 85 persen bahkan 95 persen,” kata Putu Juli Ardika.
Pada 2020, kebutuhan bahan baku susu industri ini tercatat 3,85 juta ton (setara susu segar). Pasokan bahan baku lokal hanya mampu memenuhi 0,85 juta ton, sementara sisanya 3 juta ton dipenuhi dari impor. Susu segar di impor dari berbagai negara dalam bentuk skim milk, whole milk, anhydrous milk fat, butter milk dan whey.
Lebih lanjut, Putu mengatakan, ada beberapa hal yang menghambat pengembangan Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) di hulu. Antara lain, kualitas SSDN rendah karena cemaran bakteri patogen tinggi dan kadar padatan rendah.
Kemudian, kepemilikan sapi perah peternak rakyat rendah hanya dua sampai tiga ekor sehingga hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar. Produktivitas sapi perah rakyat juga rendah jauh di bawah produktivitas sapi di mega farm.
“Terbatasnya lahan untuk kandang dan pakan hijauan untuk peternak rakyat juga menjadi penghambat,” ujarnya.
Di sisi lain, rasio biaya pakan dengan hasil produksi susu masih tinggi. Lalu tingginya biaya pembesaran anakan sapi sampai laktasi mencapai Rp20 juta per ekor.
“Peternak lokal juga kurang pemahaman mengenai Good Diary Farming Practices,” ujarnya.
Dairy Development Program (DDP) yang diterapkan PT Frisian Flag Indonesia (FFI) telah menjangkau lebih dari 20.000 peternak sapi perah dan bermitra dengan 15 koperasi, kelompok peternak, dan mega farm yang tersebar di berbagai titik di Pulau Jawa dan Sumatera.
“Tujuan dan fokus dari program tersebut adalah memusatkan perhatian pada peningkatan terhadap kesejahteraan melalui pengembangan kapabilitas komunitas peternak sapi perah mengenai Good Dairy Farming Practice (GDFP), di antaranya melalui teknik peternakan, manajemen peternakan dan kebersihan kandang,” kata Corporate Affairs Director Frisian Flag Indonesia, Andrew F. Saputro.
Menurut Andrew, melalui upaya tersebut, peternak diharapkan pula dapat meningkatkan standar tata Kelola dan tata laksana peternakan yang akan berujung kepada peningkatan kualitas dan kuantitas produksi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN).
“Program DDP didukung oleh para ahli dari perusahaan untuk memberikan pelatihan dalam bidang pengetahuan nutrisi hewan, manajemen kandang, perawatan, pembibitan, reproduksi, dan pemeliharaan pedet,” paparnya.
Hingga saat ini, beberapa program DDP yang telah dijalankan adalah Milk Collection Point. Melalui kemitraan dengan Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, sejak tahun 2015 FFI membangun Milk Collection Point (MCP) bersistem barcode digital untuk membantu peternak sapi perah lokal dalam meningkatkan kualitas dan mendapatkan harga susu yang lebih adil. Semakin rendah nilai TPC yang terkandung di dalam susu segar, maka semakin tinggi kualitasnya.
“Kehadiran MCP ini bertujuan untuk menjaga jumlah Total Plate Count (TPC) atau bakteri yang terkandung dalam susu serendah mungkin. Dengan sistem tersebut, peternak akan mendapatkan harga susu yang adil dan sesuai dengan kualitas susu yang dihasilkan,” ujarnya.
Hingga saat ini, KPBS dan FFI telah membangun MCP digital di 7 titik kelompok ternak di Pangalengan, Bandung, Jawa Barat, yang berlokasi di Los Cimaung, Warnasari, Cipanas, Citere, Mekar Mulya, Lembang Sari, dan Gunung Cupu. Hingga tahun 2021, sebanyak 1.034 peternak sapi perah telah difasilitasi oleh 7 MCP tersebut untuk membantu peternak sapi perah dalam mendapatkan penilaian kualitas susu segar yang valid dan penetapan harga yang adil.
“Keberhasilan MCP dengan sistem digital di Pangalengan ini menjadi motivasi bagi FFI untuk terus mengembangkan program ini bersama koperasi susu lainnya di Indonesia, demi meningkatkan kualitas susu segar dan kesejahteraan para peternak sapi perah di Indonesia,” pungkasnya. (bie)