RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Wianto Leiman, warga Parongpong Kabupaten Bandung Barat (KBB) mengirimkan surat berisi keresahan dan keluhan kepada Presiden Joko Widodo. Sebabnya, ia merasa menjadi korban mafia tanah.
Surat yang dikirim pada 1 Desember itu salinannya ditunjukan kepada media pada, Jumat (10/12). Isinya mengenai status kepemilikan tanah seluas 17 ribu meter persegi bersetifikat hak milik (SHM) dirinya sejak 1983 tiba-tiba diserobot oleh seseorang berinisial N.
N mengaku menjadi pemilik tanah dengan modal foto kopi tulisan tangan bahwa tanah tersebut merupakan warisan dari mantan suaminya.
Masalah mengenai kepemilikan tanah sempat berproses di Pengadilan Negeri (PN) Subang dan menyatakan bahwa Wianto menang. Hanya saja, pada tingkat banding hingga tingkat kasasi dia dinyatakan kalah meski sudah mengantongi bukti kepemilikan.
“Alasan-alasan dalam pertimbangan hukum untuk mengalahkan saya dan menghilangkan hak saya sangat tidak rasional dan bertentangan dengan fakta yang ada,” ungkap Wianto di Bandung, Jumat (10/12/2021).
Dengan masalah ini, rencananya untuk menjadikan lahan tersebut untuk kawasan industri menjadi terkendala. Saat ini, tidak ada investor yang ingin menanamkan modalnya karena menilai tanah bermasalah.
Ia menduga bahwa dirinya berhadapan dengan mafia tanah. Ditambah, putusan kasasi yang diajukannya dan dinyatakan ditolak telah diterbitkan secara online di web Mahkamah Agung (MA) sejak Juli 2021. Namun, salinan putusannya belum juga dikirimkan ke PN Subang. Sehingga dirinya belum bisa mengajukan peninjauan kembali (PK).
“Makanya, saya kirim surat ke Presiden karena saya enggak tahu lagi harus mengadu ke mana. Harus kemana lagi mencari keadilan,” ujarnya.
“Saya yakin kasus seperti yang saya alami berhadapan dengan mafia tanah ini banyak terjadi. Jika tak ada tindakan terhadap oknum-oknum nakal ini, tentu akan berdampak pada kepercayaan publik maupun investor dan menganggu iklim investasi,” tegas Wianto.
Sementara itu, Rangga Bayu Malela, selaku kuasa hukum Wianto menambahkan, saat Wianto dinyatakan menang di PN Subang, hakim menyatakan bahwa surat yang dibawa N, yang menyatakan tanah seluas 17.000 meter persegi itu milik suaminya tidak sah.
“Itu surat foto kopian biasa saja, berisi tulisan bahwa pernah beli tanah di sejumlah tempat. Oleh hakim PN Subang surat itu dinyatakan tidak sah karena yang aslinya tidak ada dan tidak diperkuat dengan saksi lain,” kata Rangga.