RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Sikap Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil menanggapi Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil yang menyesalkan ucapan anggota DPR RI Arteria Dahlan yang meminta Kajati memakai Bahasa Sunda saat rapat diganti, mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat di Kota Bandung.
Diketahui lelaki yang hangat disapa Kang Emil itu menyayangkan sikap politisi Partai PDIP itu karena dinilai terlalu berlebihan.
“Jadi saya menyesalkan statemen dari Pak Arteria Dahlan. Masalah bahasa yang sudah ada ratusan tahun (sampai) ribuan tahun menjadi kekayaan nusantara ini, kalau tidak nyaman disampaikan, sesederhana itu,” kata Ridwan Kamil, Rabu (19/1/2022).
“Tapi kalau bentuknya meminta untuk diberhentikan jabatan menurut saya terlalu berlebihan. Tidak ada dasar hukum yang jelas (mengatur itu),” lanjut lelaki yang digadang-gadang nyapres pada periode 2024 mendatang itu.
Emil menyebut banyak masyarakat Sunda yang tersinggung atas sikap Arteria Dahlan. Karena itu Kang Emil meminta Arteria Dahlan meminta maaf.
“Jadi saya mengimbau Arteria Dahlan sebaiknya meminta maaf kepada masyarakat Sunda di nusantara ini. Tapi kalau tidak dilakukan, pasti akan bereskalasi, karena sebenarnya orang Sunda itu pemaaf. Jadi saya berharap (permintaan maaf) itu dilakukan,” pintanya.
Kang Emil menilai wajar jika ada celetukan menggunakan bahasa daerah saat rapat. Sebab menurutnya tidak ada rapat yang secara keseluruhan bersifat formal.
“Saya kira tidak ada di rapat yang sifatnya formal dari A sampai Z itu Bahasa Sunda. Yang ada itu ucapan selamat, pembuka pidato kan, ataupun penutup pidato atau di tengah-tengah ada celetukan-celetukan kan, yang saya kira wajar-wajar saja,” kata dia.
Menanggapi sikap Emil, Ketua Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda (PP-SS), Cecep Burdansyah, mendukung penuh langkah Ridwan Kamil yang menyesalkan sikap anggota DPR RI Arteria Dahlan, yang meminta Kajati memakai Bahasa Sunda saat rapat diganti. Menurut Ridwan Kamil, pernyataan Arteria itu sangat berlebihan.
“Pernyataan anggota DPR Komisi III Arteria Dahlan (Fraksi PDIP) yang meminta Jaksa Agung mengganti Kajati yang menggunakan Bahasa Sunda dalam rapat kerja, Senin 7 Januari 2022 sangat berlebihan dan melukai penutur bahasa daerah, terutama bahasa Sunda,” tandasnya.
Ia menyebut, beberapa pertimbangan atas pernyataan tersebut yakni:
1. Menggunakan Bahasa Sunda dalam forum rapat oleh pejabat dianggap melanggar hukum. Padahal, sesuai aturan, seorang pejabat negara baru bisa diberhentikan seandainya melanggar hukum pidana. Cara pandang Arteria Dahlan tentu berlebihan dan melukai penutur bahasa Sunda, bahkan penutur bahasa daerah, karena menganggap menggunakan bahasa Sunda (daerah) sebagai kejahatan.
- Bahasa daerah diakui dalam konstitusi. Pasal 32 ayat (2) UUD 1945 berbunyi, “Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.” Jadi siapa pun, baik pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif dan seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke sudah selayaknya menghormati dan memelihara bahasa daerah. Kajati yang bicara bahasa Sunda dalam rapat kerja tentu saja masih sejalan dengan konstitusi. Ada pun bila dalam raker tersebut ada yang tidak paham atas apa yang dikatakan Kajati, ada cara untuk meminta Kajati mengulang pembicaraannya dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bukan dengan meminta diganti. Pernyataan meminta Jaksa Agung mengganti Kajati jelas merupakan sikap politik yang tidak terpuji dan mengingkari konstitusi.
-
Pernyataan Arteria Dahlan disaksikan baik oleh sesama anggota DPR dan rakyat melalui media, dan dikhawatirkan sikap tersebut menular dan jadi sikap politik para politikus dan kader partai di tanah air, sehingga peminggiran terhadap bahasa daerah perlahan tapi pasti menggiring pada kematian bahasa daerah. Perlu diingat, meskipun sudah termaktub dalam konstitusi dan regulasi turunannya, implementasi di lapangan, penghormatan dan pemeliharaan bahasa daerah sebagai bagian dari kebudayaan nasional masih jauh dari harapan. Salah satu buktinya, pelajaran bahasa daerah di sekolah tingkat dasar dan menengah masih sangat minim bahkan terpinggirkan. Dilihat dari kerangka edukasi, jelas pernyataan Arteria sangat berbahaya bagi keutuhan bangsa dan keutuhan NKRI.
-
Pernyataan tersebut juga kontraproduktif bagi partai tempat bernaung Arteria Dahlan. Sebagai partai yang mengusung nasionalis dan menghormati kemajemukan, pernyataan Arteria Dahlan justru berlawanan dengan visi partai dan secara politik merusak citra partai, sehingga lambat laun kehilangan masa depan karena ditinggalkan konstituen.
-
Pernyataan Arteria juga jelas berlawanan dengan visi misi DPR sebagai lembaga yang merepresentasikan aspirasi rakyat, bahkan pada akhirnya merusak citra dan kehormatan lembaga DPR. Meskipun Arteria ada di Komisi III yang membidangi hukum, seharusnya dia menghormati Komisi X yang membidangi pendidikan dan kebudayaan. Pernyataan Arteria jelas menunjukkan ego sektoral yang mengakibatkan rusaknya marwah DPR.
Berdasarkan pertimbangan di atas, kami menuntut:
- Permintaan maaf Arteria Dahlan kepada:
a. Jaksa Agung dan Kajati yang berbicara bahasa Sunda yang ia maksud.
b. Penutur Bahasa Sunda
c. Penutur Bahasa Daerah
d. Pimpinan DPR
e. Pimpinan PDIP dan Fraksi PDIP -
Memohon kepada pimpinan PDIP untuk mengganti (PAW) Arteria Dahlan.
Sebelumnya, sikap Arteria Dahlan sendiri terjadi saat Komisi III DPR menggelar rapat kerja bersama Kejagung, Senin kemarin. Jaksa Agung ST Burhanuddin juga hadir dalam rapat tersebut.
Awalnya Arteria meminta agar jajaran Kejaksaan Agung bersikap profesional dalam bekerja. “Saya minta betul kita profesional, saya sama Pak JA (Jaksa Agung) ini luar biasa sayangnya, Pak,” kata Arteria saat rapat kerja.
Arteria lantas menyinggung seorang Kepala Kejaksaan Tinggi yang menggunakan bahasa Sunda ketika rapat kerja. Dia meminta Jaksa Agung (JA) ST Burhanuddin memecat Kajati tersebut.
“Ada kritik sedikit Pak JA, ada Kajati yang dalam rapat dan dalam raker itu ngomong pakai bahasa Sunda, ganti Pak itu,” katanya.
Arteria menyayangkan sikap Kajati yang menggunakan bahasa Sunda saat rapat. Menurutnya, seharusnya Kajati itu menggunakan bahasa Indonesia.
“Kita ini Indonesia pak, jadi orang takut kalau ngomong pakai bahasa Sunda nanti orang takut ngomong apa dan sebagainya,” ujarnya.
“Kami mohon sekali yang seperti ini dilakukan penindakan tegas,” lanjut dia. (apt)