RADARBANDUNG.id, CIPARAY– Puluhan hektare lahan di sub DAS Cirasea Citarum, Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung, dalam kondisi kritis. Sebagai upaya mengembalikan fungsinya sebagai daerah resapan air, masyarakat dan Perum Jasa Tirta melakukan pelatihan konservasi lahan.
Penanggung jawab kegiatan Konservasi lahan, Daud Yusuf mengatakan, langkah konservasi yang saat ini dilakukan melibatkan 150-an warga di sekitar sub DAS Cirasea. Mereka mendapatkan edukasi pelestarian lahan, tata cara pembuatan pupuk organik cair dan padat, dan lainnya. Kegiatan digelar selama dua hari, 13-14 Agustus 2022 di Desa Nagrak.
“Tujuannya adalah ingin memulihkan kembali bumi dengan mengedukasi warga. Saat ini banyak petani yang punya ketergantungan pada produk pupuk kimia untuk menunjang kegiatan pertaniannya. Tak hanya itu, kami juga melaksanakan program konservasi lainnya seperti penanaman pohon, perbaikan check dam, perbaikan jalan, yang diharapkan bisa berdampak positif bagi lingkungan sekitar,” katanya, (13/8/2022).
Dalam program ini, ada sekitar 18.000 hingga 20.000 an pohon jenis jabon, petai, alpukat, dan kopi yang ditanam di lahan kritis. Program ini juga telah rutin dilaksanakan sebelum pandemi. Beberapa petani telah mendapatkan hasil dari pohon produktif yang ditanam beberapa tahun lalu.
“Kita mengacu kepada database yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pengelolaan Air, ternyata di Citarum itu ada beberapa Sub yang memprihatinkan. Maka titik kegiatan ini arahnya ke edukasi masyarakat. Karena kita tahu bahwa lingkungan rusak itu bukan hanya masalah teknis tapi mental. Maka ini perlu sinergis, ya memang tidak mudah menyelesaikan ini, ” tukasnya.
Perwakilan Perum Jasa Tirta II Irpan mengapresiasi kegiatan yang dilakukan sebagai bentuk kepedulian masyarakat terhadap konservasi lahan kritis. Apalagi, Perum Jasa Tirta memiliki kepentingan menjaga kualitas dan debit air yang baik untuk menyuplai kebutuhan warga.
“Sub DAS Cirasea ini masuk sub DAS Citarum hulu. Kita tahu karena aktivitas warga telah terjadi perubahan tata guna lahan. Sehingga sebabkan banjir dan sedimentasi. Sehingga perlu dilakukan konservasi untuk keberlangsungan lingkungan melalui sarana edukasi, perbaikan cek dum, penanaman pohon, dan lainnya, ” kata dia.
Program seperti ini, kata dia, telah rutin digelar sebelum Covid-19 melanda. Keterbatasan ruang gerak menyebabkan program edukasi sempat terhenti, dan kali ini mulai gencar dilakukan kembali. Dia berharap, program ini terus mendapat respon masyarakat sekitar agar program konservasi bisa terus berjalan.
Sementara itu kepala Desa Nagrak, Suparman mengatakan, puluhan hektare lahan kritis tersebut diakibatkan alih fungsi lahan dan masifnya pemanfaatan lahan oleh warga untuk kegiatan pertanian dan lainnya. Saat ini, di desanya masih ada sekitar 99 hektare lahan kategori hutan yang perlu dijaga kelestariannya.
“Dari luas desa kami sekitar 792 hektar, kawasan yang masuk kategori lahan kritis ada sekitar 30 hektar, ” ucapnya, (13/8).
Ia menambahkan, langkah konservasi lahan kritis perlu terus dilakukan. Diantaranya memanfaatkan lahan kritis untuk menanam berbagai pohon produktif namun berfungsi menyerap air. Membenahi saluran air untuk mengurangi sedimentasi dan potensi terjadinya longsoran.
“Program konservasi sebenarnya sudah berjalan sejak beberapa tahun lalu. Beberapa petani telah mendapatkan hasil dari penanaman pohon produktif, seperti kopi yang saat ini penjualannya cukup bagus. Dalam satu hektar lahan, bisa menghasilkan sampai 3 kg kopi untuk satu kali panen,” tuturnya.
Pihaknya menyambut baik langkah konservasi yang saat ini gencar dilakukan banyak pihak seperti Perum Jasa Tirta, Pemerintah, dan stakeholder lainnya.
“Pelatihan pembuatan pupuk organik yang saat ini dilakukan juga diharapkan meningkatkan kesadaran masyarakat menjaga lingkungan,” pungkasnya.