Quiet quitting adalah konsep di mana karyawan memilih bekerja seperlunya saja sesuai cakupan tanggung jawab dan tingkatan gaji
RADARBANDUNG.id- Saat di kantor, sebagian milenial masa kini memilih bekerja seperlunya saja, sesuai gaji yang didapat. Mereka seringkali bekerja asal seperlunya saja, yang terpenting semua tugas selesai tanpa harus menunjukkan kualitas.
Fenomena ini dikenal dengan istilah quiet quitting. Tren bekerja seperti ini ramai diperbincangkan akhir-akhir ini. Quiet quitting adalah konsep di mana karyawan memilih bekerja seperlunya atau semaunya sesuai cakupan tanggung jawab dan tingkatan gaji.
Quiet quitting berakar dari kekecewaan karyawan akan minimnya penghargaan perusahaan atas usaha yang mereka telah berikan, terutama di saat pandemi di mana efisiensi pegawai berimbas pada menumpuknya volume kerja di karyawan yang tersisa.
Baca Juga: Contoh Surat Resign Kerja, Karyawan yang Mengundurkan Diri Berhak Dapat Ini
Selain itu, quiet quitting timbul di tengah semakin sadarnya karyawan akan pentingnya menghindari burnout dengan bekerja seimbang.
“Fenomena quiet quitting menangkap perhatian berbagai perusahaan, yang mencoba menelaah imbas fenomena tersebut pada produktivitas bisnis. Sebetulnya, dengan cara pandang dan pendekatan yang tepat, quiet quitting bisa menjadi kesempatan bagi perusahaan untuk mengulas kembali sistem dan kebijakan kepegawaian untuk melihat bagaimana perusahaan bisa memperkuat kepuasan kerja karyawan,” kata Arvy Egadipoera dari Mekari melalui Mekari Talenta kepada wartawan baru-baru ini.
Baca Juga: Capek Cari Pekerjaan, Pelamar Ini Malah Ancam HRD Kena Azab
Kuncinya adalah kepuasan kerja karyawan, dengan demikian mencegah quiet quitting.
Sebetulnya, apa sih yang memicu karyawan bekerja seperlunya saja?
Pemicu munculnya tren quiet quitting
1. Akar Ketidakpuasan
Bisa jadi awalnya karena akar dari ketidakpuasan kerja. Bisa jadi, karyawan merasa bahwa kenaikan karir terlampau sulit atau apresiasi perusahaan terhadap performa kerja sangat minim sehingga motivasi mereka terkikis.
2. Target Transparan
Key performance indicator (KPI), atau indikator kinerja utama, menjadi garis dasar saat menilai performa karyawan. Sebab itu, perusahaan dan karyawan harus duduk bersama untuk menyelaraskan antara target kerja dengan aspirasi karier.
Dengan demikian, baik perusahaan dan karyawan bisa saling mengetahui kemajuan pencapaian target dan melakukan penyesuaian, apabila perlu.
3. Penilaian Menyeluruh
Metode 360-degree feedback, atau masukan 360 derajat, semakin lazim diterapkan oleh perusahaan saat mengukur performa karyawan. Melalui metode ini, kinerja seorang karyawan dapat diukur berdasarkan masukan dari berbagai sudut pandang, termasuk kolega.
Kunci dari kelancaran 360-degree feedback adalah penggunaan solusi digital yang memudahkan feedback untuk diberikan secara transparan, reguler, dan menyeluruh.