RADARBANDUNG.id- Pemerintah diharapkan tegas dalam menegakkan hukum dengan berantas mafia tambang.
Isu adanya backing mafia industri tambang sempat diutarakan Menko Polhukam Mahfud MD, belum lama ini. Hal tersebut dianggap problem sangat serius yang mengancam keberlangsungan industri pertambangan di Indonesia.
Aturan pertambangan yang terlalu rigid/gemuk, dinilai merupakan salah satu celah yang telah dimanfaatkan mafia tambang untuk melakukan kejahatan pertambangan. Padahal industri pertambangan adalah dunia masa depan bagi Indonesia.
Hal tersebut mengemuka dalam talkshow yang diselenggarakan Radio Republik Indonesia (RRI Pro-3) dengan tema “Mafia Tambang dan Bagaimana Menghadapinya Bersama”.
Acara tersebut menghadirkan Helmut Hermawan dari kalangan pelaku industri dan Jaya Suryana, Direktur Riset Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi).
Jaka Suryana menilai aturan pertambangan yang terlalu gemuk namun terdapat celah kerap dimanfaatkan dengan tidak baik.
Ia mengatakan, atas berbagai permasalahan yang timbul dari praktik para mafia pertambangan, pemerintah harus lebih tegas dalam melakukan penegakan hukum dan memberikan sanksi yang jelas kepada para pelaku yang telah merusak ekosistem industri pertambangan di Indonesia.
“Sebenarnya kita tinggal menunggu gebrakan dan komitmen pemerintah (dalam tata kelola tambang) agar sumber-sumber tambang tersebut bisa dinikmati seluruh masyarakat dan memberikan keadilan, kemakmuran serta kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia,” paparnya.
Sementara itu, Helmut mengatakan perusahaannya yang bergerak di sektor nikel, PT Citra Lampia Mandiri (CLM) memiliki IUP legal, namun dihadapkan dengan dugaan modus pencaplokan perusahaan melalui RUPS ilegal dan penyerobotan lahan pertambangan.
“Mafia tambang itu telah memanfaatkan celah dari sistem Sisminbakum yang mempercayai pejabat notaris untuk melakukan eksekusi sendiri yang tidak dibenarkan secara hukum. Oleh karena itu, kami kemudian meminta perlindungan hukum karena perusahaan CLM telah diambil secara extra yudisial di Malili dengan cara kekerasan,” kata Helmut lagi.
Kasus yang dialami perusahaannya merupakan PR besar bagi pemerintah dalam menjaga iklim investasi baik untuk investor dalam maupun luar negeri.
Menurutnya, industri penambangan nikel, selain padat modal juga merupakan industri yang padat karya karena mampu menyerap sangat banyak tenaga kerja di daerah-daerah lokasi penambangan.
Contohnya seperti CLM, yang sejauh ini telah menyerap lebih dari 2.000 kepala keluarga sebagai karyawan, kontraktor dan subkontraktor di pertambangan mereka. Ekosistem industri pertambangan yang dilindungi dengan baik, menurutnya akan memberikan hasil berlipat-lipat sebagai agen pertumbuhan untuk kemakmuran daerah sekitar lokasi pertambangan dan negara. (dbs)