News

Warga Dago Elos Alami Trauma Imbas Tindakan Represif Polisi, Desak Kasat Reskrim dan Kapolrestabes Bandung Dipecat

Radar Bandung - 16/08/2023, 06:25 WIB
Azam Munawar
Azam Munawar
Tim Redaksi
Warga Dago Elos Alami Trauma Imbas Tindakan Represif Polisi, Desak Kasat Reskrim dan Kapolrestabes Bandung Dipecat
Anggota keluarga mengerumuni salah seorang korban bentrok Dago Elos yang mengalami pingsan imbas gas air mata yang dilemparkan ke pemukiman warga Senin malam (14/8/2023). Foto AGUNG EKO SUTRISNO/RADAR BANDUNG

RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Warga Dago Elos mengalami trauma imbas dari tindakan represif yang dilakukan pihak kepolisian pada Senin malam (14/8/2023).

Tim Advokasi Dago Elos yang mendampingi warga kawasan Dago Elos dalam konflik agraria mengecam tindakan represif yang dilakukan oleh aparat. Pasalnya sejumlah warga terluka buntut dari bentrokan tersebut.

“Copot dan pecat Kasat Reskrim dan Kapolrestabes Bandung atas penggunaan kekerasan yang menyebabkan korban luka, kehancuran properti dan kendaraan milik warga,” kata perwakilan Tim Advokasi Dago Elos Rifqi Zulfikar di Balai RW 2 Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Selasa (15/8/2023).

“Mengecam dan mengutuk tindakan Kasat Reskrim Polrestabes Bandung yang menolak laporan warga dan sehingga menyebabkan menimbulkan rasa kekecewaan warga,” sambungnya saat membacakan tuntutan.

Total ada sembilan poin tuntutan yang dibacakan Rifqi pada kesempatan itu. Dari sembilan poin tuntutan itu, Rifqi mewakili warga Dago Elos protes terhadap tindakan represif polisi yang dilakukan.

“Mengutuk seluruh penggunaan kekerasan berlebih oleh polisi dalam menangani protes warga sehingga menimbulkan korban luka, kerusakan fasilitas properti, dan kendaraan milik warga selama pengepungan. Mengutuk pengepungan terhadap pemukiman warga Dago Elos yang dilakukan kepolisian,” lanjutnya.

Adapun empat tuntutan lainnya, ialah mengutuk penggunaan gas air mata secara ilegal oleh kepolisian yang ditembakkan secara tidak terukur dan berlebihan ke arah pemukiman warga selama pengepungan. Mengutuk tindak kekerasan yang menyebabkan warga dan jurnalis yang bertugas sehingga menyebabkan luka selama pengepungan

Kemudian mengutuk tindak penangkapan dan penahanan ilegal yang dilakukan polisi selama pengepungan, mengutuk penggeledahan secara ilegal terhadap rumah warga yang menyebabkan kepanikan dan trauma kepada warga dan mengetuk perampasan kendaraan dan properti milik warga.

Sebelumnya, Kapolrestabes Bandung Kombes Budi Sartono menegaskan akan menelusuri tindakan represif yang dilakukan saat memukul mundur warga Dago Elos. Sebab pada saat itu, polisi disebut menembakkan gas air mata hingga ke permukiman dan mendobrak rumah warga sekitar.

Saat menyampaikan keterangan, Budi mengatakan senjata gas air mata dilontarkan untuk membubarkan massa yang memblokir Jl Ir. H. Juanda atau Jl Dago karena mulai bertindak anarkis. Gas air mata pun menurutnya, ditembakkan ke arah jalan raya untuk membubarkan massa tersebut.

“Memang untuk melakukan tindakan kondusif di sana, kami melakukan tindakan tegas kepada mereka. Makanya dilakukan pendorongan, ada beberapa anggota dari jajaran dari Polda Jabar ini kemudian menembakkan gas air mata,” katanya.

Kerusuhan yang terjadi di Jalan Ir. H. Djuanda pada Selasa, 14 Agustus 2023 malam pecah setelah warga Dago Elos melakukan aksi blokade jalan terkait sengketa lahan yang kini masih bergulir. Pasca insiden tersebut, viral di media sosial sebuah rekaman menunjukkan anggota polisi mendobrak pintu sebuah rumah ketika massa dipukul mundur.

Setelah itu, sejumlah anggota polisi terlihat mendobrak dan juga menggebrak pintu warga sambil berteriak-teriak. Di rumah itu juga terlihat adanya anak kecil yang sedang tertidur, harus terbangun usai mendengar pintu digebrak oleh polisi.

Handika (33) menceritakan bagaimana mencekamnya ketika kerusuhan pecah dan massa berhamburan kembali ke Jalan Dago Elos di RT 02/RW02, Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung. Ia begitu terkejut ketika pukul 23.30 WIB sejumlah anggota polisi mendobrak salah satu pintu rumahnya.

Menurut Handika, Rumahnya tiba-tiba didatangi oleh sejumlah anggota polisi yang mencari massa yang membuat kericuhan. Mereka datang dengan mengeluarkan kata kasar dan meminta agar pintu rumah dibuka. Kata kasar tersebut ditujukan ke sejumlah anggota keluarganya.

“Jadi sekitar jam 23.30 itu tiba-tiba ramai banyak suara orang berteriak-teriak di depan rumah. Kami sekeluarga kaget ketika ada polisi yang mengeluarkan kata-kata kasar. ‘woy buka woy buka brengsek. Yang bukan warga asli keluar,” ujar Handika saat ditemui, Selasa (15/8/2023).

Usut punya usut, sekelompok polisi yang memaksa masuk itu melihat di halaman rumahnya banyak alas kaki yang berserakan. Sehingga, kata dia, polisi mengira banyak massa yang bersembunyi di rumahnya.

“Salah satu polisi ngedobrak pintu yang di depan, nah anak saya ketakutan. Dia ngumpet di belakang pintu. Ngumpet di belakang pintu ternyata polisi mendobrak pintu yang ada di bagian samping rumah,” jelas dia.

Sang anak yang masih berusia 6 tahun harus terhantam pintu yang dibuka paksa oleh polisi. Akibatnya, sang anak menderita luka di bagian kepala dan kaki terjepit ketika pintu dibuka paksa.

“Usai mendobrak pintu, polisi langsung masuk ke dalam rumah mencari massa yang diduga bersembunyi. Anak saya menangis, ibu saya teriak-teriak meyakinkan polisi tidak ada yang bersembunyi,” kata dia.

Namun, karena di rumahnya tak ditemukan siapapun, anggota kepolisian itu langsung meninggalkan rumah tanpa mengucapkan permintaan maaf. Sementara itu, tak hanya mengalami trauma, anak dari Handika kini mengalami trauma akibat perlakuan polisi di rumahnya.

“Jadi trauma, sekarang anak tuh kalau mendengar trauma atau orang tidak dikenal itu dia ketakutan masuk kamar,” kata dia. (kus)

 

 

 


Terkait Kota Bandung
location_on Mendapatkan lokasi...
RadarBandung AI Radar Bandung Jelajahi fitur berita terbaru dengan AI
👋 Cobalah demo eksperimental yang menampilkan fitur AI terkini dari Radar Bandung.