Penulis: Athhar Faris Khairi, Mahasiswa S1 Teknologi Pangan – Unpad
Lebah madu merupakan polinator dan memiliki peranan penting dalam ekosistem di habitat alam. Selain itu, lebah memiliki manfaat bagi kesehatan selain itu kegunaan lainnya adalah dapat meningkatkan ekonomi dan sosial masyarakat khususnya para peternak lebah atau pemanfaatan lainnya.
Beberapa upaya dalam mengkonservasi habitat lebah madu diantaranya dengan melakukan restorasi habitat terutama konservasi lahan. Tanpa lebah madu, banyak dari tanaman tidak dapat bereproduksi yang memiliki dampak signifikan dalam ekosistem dan sistem makanan.
Namun demikian, terdapat keengganan bagi para masyarakat umum dalam memelihara lebah madu terutama akibat dari risiko terkena sengat.
Untuk itu, terdapat jenis lebah madu tanpa sengat yang mulai banyak dibudidayakan masyarakat.
Lebah jenis ini adalah jenis lebah yang tidak memiliki sengat dan menghasilkan madu yang berbeda dari lebah madu yang biasa
Budidaya lebah madu tanpa sengat ini menghasilkan produk-produk yang berharga, seperti madu, serta membantu meningkatkan produktivitas berbagai tanaman.
Dari sekitar 46 jenis lebah tanpa sengat yang tercatat di Indonesia yang terbagi dari 10 genus, berikut beberapa nama latin jenis yang umum seperti Tetragonula laeviceps, Lepidotrigona terminate, Heterotrigona itama.
Berikut nama umum diberbagai daerah untuk lebah tanpa sengat seperti teuweul (Jawa Barat dan Banten), klanceng (Jawa), kelulut (Sumatera Selatan dan Riau), serta galo-galo (Sumatera Barat). Biasanya, lebah tanpa sengat disebut stingless bee atau lebah propolis karena sering menghasilkan propolis dibandingkan madu kecuali untuk jenis-jenis yang dominan menghasilkan madu seperti Heterotrigona Itama.
Penelitian telah menunjukkan bahwa madu yang dihasilkan oleh lebah tanpa sengat memiliki efek kesehatan karena komponen bioaktifnya.
Oleh karena itu, madu yang dihasilkan oleh lebah tanpa sengat dianggap sebagai produk dengan nilai ekonomis yang tinggi (Chanchao, 2013). Produk lebah tanpa sengat, khususnya madu, memiliki aktivitas antimikroba yang lebih tinggi dan kandungan gula yang lebih sedikit dibandingkan dengan kebanyakan madu dari jenis lebah lain (Zulkhairi Amin et al., 2019).
Madu lebah tanpa sengat juga memiliki kadar air yang lebih tinggi (sekitar 30%) dibandingkan dengan madu tradisional dari Apis mellifera, yang hanya memiliki kadar air 20%. Oleh karena itu, setelah disimpan oleh lebah, madu mengalami proses fermentasi alami yang memberikan rasa keasaman (Menezes, n.d.).
Potensi besar lainnya dari lebah tanpa sengat adalah penggunaannya untuk penyerbukan tanaman, pengendali hama, dan sumber madu dan propolis. Diperkirakan bahwa sekitar 2/3 dari semua spesies tanaman budidaya bergantung pada penyerbukan lebah untuk menghasilkan buah dan biji.
Saat ini, produksi madu adalah tujuan utama dari budidaya lebah tanpa sengat, tetapi penyerbukan tanaman akan membutuhkan sejumlah besar koloni di masa depan dan mungkin akan menjadi tujuan utama dari kegiatan ini.
Lebah tanpa sengat dapat dengan mudah dikelola untuk meningkatkan penyerbukan dan produktivitas berbagai tanaman, seperti tomat, terong, dan cabe, mentimun, kelapa, hingga kopi. Beberapa tanaman seperti tomat dan terong sangat bergantung pada penyerbukan lebah tanpa sengat, karena tidak dapat diserbuki oleh Apis mellifera. Sehingga dapat dikatakan Budidaya lebah tanpa sengat, atau dikenal juga dengan meliponikultur, adalah kegiatan yang berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan (Menezes, n.d.).
Berikut merupakan cara untuk membudidayakan lebah tanpa sengat secara umum, yang dimulai dari (Priawandiputra et al., 2020):
1. Pencarian Koloni
Pertama, kita harus mencari koloni lebah tanpa sengat liar yang dapat ditemukan di sekitar hutan, biasanya kita akan menemukan koloni lebah dengan tanda-tanda berupa adanya lubang pada pohon dan kayu, terdapat tanda hitam yang berasal dari resin lebah, adanya struktur corong, maupun terlihat aktivitas keluar masuk sarang dari lebah tanpa sengat.
Selain ditemukan di hutan, sarang lebah dapat kita temukan di area pemukiman, biasanya jika struktur bangunannya terbuat dari bambu. Jenis lebah tanpa sengat yang berasal dari alam pun sangat bervariasi. Oleh karenanya, kita harus mencari referensi kepada ahlinya nama jenis lebah tanpa sengat tersebut atau kita dapat melakukan identifikasi dari spesies lebah melalui berbagai literatur.
Namun demikian, masyarakat dapat mendapatkan lebah tanpa sengat dari beberapa peternak langsung atau melalui website ataupun aplikasi e-commerce online seperti di Tokopedia, Instagram, ataupun Shopee.
2. Pemindahan koloni dan Pemeliharaan koloni
Lebah tanpa sengat biasanya bersarang di pohon atau bebatuan. Pemindahan koloni lebah tanpa sengat dari habitat alaminya ke kotak sarang buatan dapat dilakukan dengan metode pencangkokkan (Priawandiputra et al., 2020).
a. Metode cangkok
Metode cangkok adalah cara pemindahan koloni lebah tanpa sengat yang paling alami. Metode ini dilakukan dengan menggabungkan sarang alami lebah tanpa sengat ke kotak sarang buatan. Ada dua cara untuk menggabungkan sarang lebah tanpa sengat dari alam ke kotak buatan. Cara pertama adalah dengan menambahkan selang dari corong sarang alami ke kotak buatan. Cara kedua adalah dengan menempelkan langsung lubang kotak sarang buatan dengan lubang sarang alami.
Hal yang perlu diperhatikan dalam menggabungkan sarang lebah tanpa sengat adalah diameter lubang sarang alami dan lubang kotak sarang buatan harus sama. Masing-masing jenis lebah tanpa sengat memiliki lubang sarang yang berbeda-beda. Proses pemindahan koloni ini tidak dapat dilakukan dengan cepat dan singkat, tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama. Proses pemindahan ini membutuhkan waktu sekitar 4 sampai 6 bulan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode cangkok:
- Lingkungan sekitar tempat pencangkokan harus mendukung, seperti adanya ketersediaan makanan dan sumber resin.
- Kotak untuk pencangkokan harus sesuai dengan ukuran lebah tanpa sengat. Berikut contoh dari jenis lebah tanpa sengat yang dapat ditemukan di Jawa Barat beserta ukurannya :
Lepidotrigona terminata (4,15 mm)

(Sumber : Trianto & Purwanto, 2020)
Heterotrigona itama (5,17 mm)
Tetragonula laeviceps (3,62 mm)
- Lubang keluar sarang pada pohon dan kotak harus sama atau lebih rendah.
- Penambahan propolis pada kotak sarang baru dapat mempercepat proses pembentukan koloni baru.
- Proses pengecekan dapat dilihat pada bagian atas kotak, karena bagian atas kotak akan ditempeli plastik transparan.
- Proses pemasangan dan pengambilan sarang baru sebaiknya dilakukan pada musim kemarau.
- Pengambilan kotak cangkok yang sudah terisi koloni baru sebaiknya dilakukan pada sore atau malam hari supaya tidak ada lebah pekerja yang hilang didalam sarang.
b. Penyimpanan kotak sarang
Kotak sarang buatan harus disimpan pada rak-rak dan diberikan naungan agar tidak terpapar langsung sinar matahari dan terkena air hujan, tetapi jangan ditempat lembab supaya kotak tidak lapuk. Penyimpanan kotak sarang juga sebaiknya dekat dengan sumber pakan dan sumber resin.
3. Pemanenan madu
Madu adalah salah satu produk yang dapat dipanen dari lebah tanpa sengat. Dalam mengambil madu, perlu dipahami bahwa madu merupakan cadangan makanan bagi koloni lebah. Sehingga, kita perlu bijak dalam melakukan pemanenan madu. Pemanenan madu dapat dilakukan jika kondisi koloni sehat, musim yang mendukung, dan sumber pakan melimpah. Waktu pemanenan madu tergantung pada ketersediaan pakan di sekitar lokasi budidaya. Puncak musim panen adalah pada saat bebungaan melimpah. Pada musim penghujan, produktivitas koloni biasanya akan turun.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemanenan madu adalah (Harjanto et al., 2020):
- Utamakan kelestarian lebah dengan cara minimalisir lebah yang mati, panen madu hanya saat simpanan madu melimpah, sisakan madu sebagai cadangan pakan.
- Pastikan umur madu telah layak panen.
- Hindari madu tercampur pollen, karena madu yang tercampur pollen akan cepat mengalami fermentasi.
- Prosedur pemanenan harus higienis.
- Minimalkan kontak antara madu dengan udara bebas supaya kadar air madu tetap terjaga.
Metode pemanenan madu untuk jenis kelulut kecil umumnya dengan cara diperas. Sedangkan untuk kelulut besar yang dipelihara dengan sistem topping, pemanenan umumnya dilakukan dengan menyedot madu menggunakan alat sedot madu.
4. Pengemasan Madu
Pengemasan madu juga perlu diperhatikan untuk menjaga kualitasnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
- Gunakan botol kaca.
- Sterilkan botol terlebih dahulu dengan pasteurisasi.
- Simpan madu dalam lemari pendingin (chiller) untuk menghambat fermentasi.
Sebagai penutup, kegiatan meliponikultur ini memberikan potensi ekonomi yang besar. Selain menghasilkan produk berharga seperti madu, lebah tanpa sengat juga dapat meningkatkan produktivitas berbagai tanaman penyerbukan. Namun, budidaya ini tidak boleh dilakukan secara sembarangan.
Penting untuk memahami karakteristik lebah tanpa sengat dan kebutuhannya. Selain itu, perlu juga memperhatikan kelestarian alam dalam budidaya lebah.
Chanchao, C. (2013). . Bioactivity of Honey and Propolis of Tetragonula laeviceps in Thailand. In: Pot-Honey: A Legacy of Stingless Bees, Vit P, Pedro SRMand Roubik DW (Eds.), Springer, New York, p 495-505.
Harjanto, S., Mujianto, M., Arbainsyah, & Ramlan, A. (2020). Budidaya Lebah Madu Kelulut Sebagai Alternatif Mata Pencaharian Masyarakat. https://www.goodhopeholdings.com/
Menezes, C. (n.d.). Meliponiculture.
Priawandiputra, W., Azizi, M. G., Rismayanti, Djakaria, K. M., Wicaksono, A., Raffiudin, Ri., Atmowidi, T., & Buchori, D. (2020). Panduan Budidaya Lebah Tanpa Sengat (Stingless Bees).
Trianto, M., & Purwanto, H. (2020). Morphological characteristics and morphometrics of stingless bees (Hymenoptera: Meliponini) in Yogyakarta, Indonesia. Biodiversitas, 21(6), 2619–2628. https://doi.org/10.13057/biodiv/d210633
Zulkhairi Amin, F. A., Sabri, S., Ismail, M., Chan, K. W., Ismail, N., Mohd Esa, N., Mohd Lila, M. A., & Zawawi, N. (2019). Probiotic Properties of Bacillus Strains Isolated from Stingless Bee (Heterotrigona itama) Honey Collected across Malaysia. International Journal of Environmental Research and Public Health, 17(1). https://doi.org/10.3390/ijerph17010278. ***