RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Pemilih berusia 17 hingga 40 tahun atau Gen Z di Kota Bandung masih konservatif dalam memilih calon presiden. Hal ini bisa menjadi tantangan kepada tim pemenangan dalam meramu strategi agar mendapat suara maksimal.
Hal itu merupakan salah satu hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Indonesian Politics Research and Consulting (IPRC) bertajuk ‘Kriteria Pemimpin di Mata Anak Muda Kota Bandung Jelang Pemilu 2024’.
Dalam penelitian yang dilakukan pada 17 hingga 27 Agustus 2023 itu, IPRC melakukan survei terhadap 880 orang warga di rentang usia 17-40 tahun secara tatap muka dengan porsi 50 persen perempuan dan 50 persen laki-laki.
Ditinjau dari sisi ketertarikan, mayoritas anak muda tertarik pada visi misi dan program yang ditawatkan oleh calon presiden. Angkanya berada di 17,2 persen. Lalu, 16,7 persen memilih loyal pada partai yang sudah dipilih pada Pemilu sebelumnya. Sedangkan ketertarikan pada calon presiden berada di angka 11,8 persen.
Alasan memilih pemimpin, paling banyak adalah merakyat atau sederhana. Angkanya berada di 15 persen. Dari sisi penerimaan informasi, media sosial menjadi pilihan anak muda. Platform yang banyak digunakan oleh gen z dan milenial di antaranya adalah youtube di angka 11,3 persen, Instagram 78,4 persen, tiktok 62,3 persen.
Metoda penelitian yang menggunakan penarikan sampel melalui multistage random sampling ini memiliki margin of error 3,2 persen.
“Pemilih pemuda di Bandung masih konservatif. Tidak ada perbedaan anak muda dan yang sudah di atas 42 tahun dalam alasan memilih pemimpin. Alasan paling tinggi dilihat dari tertarik dari visi misi,” ucap peneliti IPRC, Fahmy Iss Wahyudy, dalam diskusi publik di Anatomi Coffee & Space, Jalan Merdeka, Kota Bandung, Jumat (29/12).
“Battleground peserta pemilu itu yang berhasil menggalang suara anak muda. Karena kategori pemilih anak mud aini angkanya besar di Pemilu 2024. Jadi, siapa yang bisa meraih suara anak muda, potensi menangnya besar,” ucap dia.
Di sisi lain, ia menyoroti data penelitian yang menunjukkan alasan anak muda dalam menentukan pemimpin sangat konservatif, karena dalam penelitian tersebut tidak banyak yang menyatakan hal-hal progresif seperti isu lingkungan atau pasar bebas. Maka dari itu, para tim sukses pasangan calon presiden harus bisa meramu strategi agar efektif meraih simpati hingga mengamankan suara dari anak muda.
“Semua paslon mengklaim visi misi paling bagus. Tapi, bagaimana menyampaikannya secara efektif dan mudah diterima ke mata telinga pemilih, itu yang harus dilakukan. Apalagi, dalam durasi 70 hari kampanye. Jadi, yang paling penting adalah bagaimana menyampaikan gagasan dengan mudah diterima oleh pemilih yang ada anomaly-nya,” jelas dia.
Sementara itu, Ahmad riadi Leki perwakilan dari Timnas Amin menilai ada dua kategori pemilih muda. Pertama, pasif karena sudah memiliki pilihan politik tapi tidak menyosialisasikan atau mempengaruhi orang lain. Kedua adalah kelompok yang aktif. Artinya, turut serta mengedukasi dan menyosialisasikan kepada masyarakat.
“Harapannya, anak muda punya jangkauan mengakses gagasan visi misi dari semua paslon. Harus dijamin kebebasan mereka menerima informasi secara objektif, tidak ada halangan dan batasan kepada anak muda,” ucap dia.
Di tempat yang sama, perwakilan dari Prabowo-Gibran, Bena Aji Satria menyatakan bahwa pasangan calon presiden nomer urut 02 sudah bisa merepresentasikan peran anak muda dengan adanya Gibran.
“Yang paling memahami anak muda adalah generasi merea sendiri. 02 menawarkan hal konkret. Ada mas Gibran menjadi calon wakil presiden,” ucap dia.
Sedangkan Rendra Wibawa, selaku Direktur Pemenangan Jabar Ganjar-Mahfud, menyatakan mengedepankan visi dan misi dalam materi sosialisasi sangat penting. Artinya, ia berharap anak muda tidak terjebak dengan janji bombastis atau gimmick yang tak substantif.
“Hal hal yang bombastis itu sia-sia. Lebih baik mengedepanjkan isi dan misi. Jangan meremehkan cara berpikir anak muda. Mereka butuh integritas, ide besar, gagasan. Korupsi ini masih menjadi masalah di lingkungan anak muda,” ucap dia. (dbs)