RADARBANDUNG.id, BANDUNG- Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Jawa Barat Yunandar Rukhiadi Eka Perwira mengkritisi program Satu Hektare Buruh Tani Bangkit atau Satu Desa Satu Hektare (STARBAK), yang diinisiasi Penjabat (Pj) Bupati Sumedang Herman Suryatman.
Menurutnya, sudah dipastikan produktivitas hasil panen dari satu hektare tersebut tidak akan mencukupi untuk memenuhi kebutuhan desa itu sendiri. Setidaknya selama tiga bulan, hingga masuk ke musim panen berikutnya.
“Satu desa, satu hektare itu kurang. Misalnya anggap saja produksinya beras. Satu hektare itu paling menghasilkan 5 ton beras, maksimal. Untuk memenuhi kebutuhan penduduk desanya saja tidak cukup. Minimal selama tiga bulan sampai panen lagi,” ujarnya, Rabu (31/1/2024).
Apalagi jika tujuannya untuk dijadikan food estate partisipatif, yang dicita-citakan Herman melalui budidaya padi dan jagung Yunandad menilai konsep tersebut masih sangat jauh.
Dia menilai perlu pemahaman terhadap makna dari food estate dipersepsikan langsung diartikan dalam terjemahan ke bahasa Indonesia bahwa menanam tanaman pangan di suatu lahan, bisa disebut sebagai food estate.
“Harus dipahami dulu secara konsep. Dari terminologi, tidak bisa diterjemahkan langsung. Food estate itu maksudnya suatu kawasan yang sangat luas, diperuntukkan pada satu tujuan, yaitu menyediakan bahan pangan pokok untuk satu negara atau provinsi, misalnya. Definisinya lahan pangan yang terbentang ribuan hektare, bahkan puluhan ribu. Itu kalau mau bicara food estate,” ucapnya.
Selain itu, food estate juga, tambah Yunandar, harus efisien. Supaya harga jualnya kelak menjadi murah dan terjangkau masyarakat. Caranya adalah mulai dari lahan, bibit, hingga pengolahan dilakukan dalam satu tempat.
“Kedua, harus dalam satu tempat karena masalah efisiensi. Food estate itu gunanya untuk mendukung program pemerintah. Salah satu syaratnya harus efisien. Tidak boleh lebih mahal dari impor. Nah dengan teknologi, dalam satu tempat bisa jadi lebih efisien. Semua, pupuk, benih bisa dikonsolidasikan termasuk pemasarannya. Kalau di banyak tempat, ya tidak efisien,” imbuhnya.
Bila hanya 1-2 hektare tiap desa lebih baik difokuskan dengan membantu para petani, memaksimalkan lahan yang mereka punya saat ini agar bisa terus produktif. Baik dengan menjamin ketersediaan benih, pupuk, sumber air serta harga di pasar.
Supaya para petani tetap semangat berproduksi, karena memberi nilai tambah guna meningkatkan perekonomian mereka menjadi lebih baik. “Jadi kalau bicara 1-2 hektare, lebih baik nyuruh petani aja. Enggak usah jadiin food estate. Sama aja soalnya, enggak akan mencapai taraf produktivitas yang dibutuhkan (sesuai konsep food estate sebenarnya),” tandasnya. (dbs)