RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Nasib puluhan eks pengemudi Arnes Shuttle yang bernaung di PT Niaga Handal Cemerlang (NHC), tak kunjung jelas. Tuntutan upah dan pesangon yang layak dari perusahaan belum juga berbuah hasil. Mereka akhirnya mengadukan nasib ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Bandung, Jalan Martanegara, Kota Bandung.
Disnaker mempertemukan sejumlah perwakilan pengemudi dengan pihak Arnes Shuttle. Perwakilan pengemudi ini dihadiri pengacaranya, Irfansyah W Darmawan SH. Dalam pertemuan ini, Irfansyah memperjuakan hak-hak pengemudi berupa upah dan pesangon yang layak dari Arnes Shuttle.
Irfansyah menuding, Arnes Shuttle telah melakukan penyelundupan hukum, karena banyak pekerja tidak mendapatkan haknya sesuai regulasi.
Baca Juga : PLN IP UBP Saguling dan PJT II Resmikan Program Pengelolaan Limbah Kohe menjadi Biogas
Selain pesangon, upah penghargaan masa kerja, dimana saat ini ada 10 perwakilan dari para karyawan.
“Kami juga memperjuangkan 60 karyawan lainnya terkait upah. Para pengemudi ini juga tidak mendapatkan BPJS,” beber Irfansyah disela mediasi antara karyawan dan perusahaan di Kantor Disnaker Kota Bandung, Senin (4/3).
Padahal, lanjut dia, pengemudi merupakan salah satu core business utama perusahaan asal Korea ini. “Sebab, jika pengemudi tidak jalan, artinya perusahaan tidak mendapatkan pemasukan,” tandas Irfansyah.
Ia menyebut, kliennya ada yang sudah bekerja sejak 2018 dan 2019, tapi haknya belum terpenuhi hingga saat ini. Karena itu, pihaknya meminta Disnaker Kota Bandung bisa menjembatani masalah ini. Pertemuan yang dimediasi Disnaker merupakan yang ketiga kalinya, dimana hingga saat ini setelah mediasi belum ada titik temu. Padahal, Disnaker sudah memerintahkan perusahaan membayar pesangon, THR dan upah sesuai peraturan. Sayang, Arnes Shuttle belum memenuhinya. Disnaker sendiri tidak bersedia memberi keterangan. Alasannya, pertemuan masih sebatas mediasi.
Sementara itu, pihak Arnes Shuttle juga belum bersuara. Wartawan Radar Bandung mencoba menghubungi Direktur Arnes Shutlle, Aditya Novian Wibowo SH, tapi tak kunjung merespons.
Sementara itu, Asep, perwakilan eks pengemudi mengaku, telah bekerja sejak 2018, bersama puluhan rekan lainnya tidak mendapatkan hak sesuai perundang-undangan tenaga kerja. Diantaranya gaji dan THR jauh yang tidak sesuai peraturan.
“Pada Mei hingga November 2023, kami masih bekerja, namun tanpa pemberitahuan kami diberhentikan. Yang menjadi pertanyaan, untuk apa kami disuruh memperpanjang sim pada Juli 2023 kalau sudah tidak dipekerjakan lagi, dan kami kecewalah,” papar Asep yang mewakili teman-temannya dalam mediasi Disnaker.
Asep melanjutkan, sebagai pengemudi, mereka dibayar berdasarkan trayek atau istilahnya ritase, bukan berdasarkan umr.
“Jadi kalau pengemudi jalan dibayar, kalau enggak jalan ya enggak dibayar tergantung jaraknya. Kalau saya sendiri misalnya Bandung Sumedang pulang pergi, dibayar Rp 85 ribu. Kalau perhitungan per kilometer, jatuhnya Rp 1500an per kilometer,” terang pria berusia 57 ini.
Yang menjadi tuntutan mereka adalah uang pesangon dan THR yang selama beberapa tahun ini diterima, sangat jauh dari harapan.
“Tunjangan Hari Raya hanya diberikan Rp 300 ribu, ada kenaikan di tahun berikutnya menjadi 750 ribu rupiah dan tahun berikutnya lagi ada yang dapat Rp 1,5 juta, tapi perusahaan tidak melihat lamanya masa kerja, jadi seperti tidak ada aturan, seenaknya saja, apalagi giliran kerja di hari raya, kita malah nombok,” tegas Asep.
Asep sendiri di PHK karena faktor usia, dimana Travel Arnes Shuttle memiliki aturan untuk driver maksimal berusia 55 tahun. (sol)