News

Buruh Tolak Potongan Upah untuk Tapera: Beban Tambahan di Tengah Keterpurukan Ekonomi

Radar Bandung - 29/05/2024, 18:43 WIB
AY
Ali Yusuf
Tim Redaksi
Ketua Umum FSP TSK SPSI, Roy Jinto menjawab pertanyaan wartawan soal Tepera 2024, Rabu (29/5)/ Istimewa

RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI) menolak keras Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Penolakan ini disampaikan langsung oleh Ketua Umum FSP TSK SPSI, Roy Jinto, yang menilai bahwa kebijakan tersebut hanya akan semakin memberatkan buruh dengan tambahan potongan upah bulanan.

Menurutnya, potongan dari upah pekerja sudah terlalu banyak, mulai dari BPJS Kesehatan,
Jamsostek, hingga Jaminan Pensiun.”PP Tapera hanya semakin mempersulit dan memberatkan buruh dengan iuran wajib yang dipotong dari upah pekerja setiap bulan,” kata Roy, Rabu (29/5).

Dia pun mengkritisi soal pengelolaan dana Tapera yang akan dilakukan oleh Badan Pengelola (BP) Tapera. Ia menilai pemerintah menggunakan Tapera sebagai cara untuk mengumpulkan dana dari buruh, sementara gaji dan biaya operasional BP Tapera dibebankan kepada simpanan rakyat.

“Tapera hanya akal-akalan pemerintah mengumpulkan dana dari buruh yang dikelola oleh BP Tapera. Gaji dan biaya operasional Badan Pengelola Tapera dibebankan dari simpanan rakyat yang diwajibkan melalui UU Tapera,” sebutnya.

Menurutnya, kondisi ekonomi buruh akan semakin sulit dengan diterapkannya aturan baru tersebut. Dia menilai, hal itu justru akan makin memperparah situasi hidup buruh, mengingat kenaikan upah buruh yang minim.

“Pemerintah tidak mempunyai sensitivitas dengan kondisi rakyat, khususnya buruh, yang sangat sulit. Tahun ini, kenaikan upah buruh sangat kecil, bahkan ada yang hanya naik 13 ribu rupiah per bulan akibat UU Cipta Kerja. Pemerintah malah menambah kesulitan ekonomi buruh dengan Tapera,” ujarnya.

Selain itu, dia juga menyoroti tingginya harga sembako dan pajak penghasilan (PPh21) yang semakin menekan ekonomi buruh. “Harga sembako yang melambung tinggi, pajak penghasilan PPh21, jangan rakyat selalu menjadi korban kebijakan pemerintah,” tandasnya.

“Kita meminta kepada pemerintah untuk membatalkan dan mencabut PP tersebut. Kalau pemerintah memaksakan, buruh akan mengambil jalan untuk melakukan aksi penolakan mengenai Tapera,” pungkasnya. (rup)