RADARBANDUNG.ID, JAKARTA – Baru seminggu program sastra masuk kurikulum tapi sudah berpolemik.
Sejumlah elemen masyarakat meminta Kemendikbudristek menarik buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.
Diantaranya disuarakan oleh Majelis Dikdasmen dan Pendidikan Nonformal (Dikdasmen PNF) PP Muhammadiyah. Wakil Ketua Majelis Dikdasmen PNS PP Muhammadiyah H.R.
Baca Juga : Tapera Tidak Mensejahterakan Buruh
Alpha Amirrachman mengatakan, Kemendikbudristek harus lebih selektif dalam memilih buku yang cocok untuk pendidikan.
“Kami meminta buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra itu ditarik dari peredaran,” katanya kemarin.
Alasannya buku panduan itu merekomendasikan buku-buku sastra yang sebagian isinya mengandung kekerasan fisik dan seksual. Serta perilaku hubungan menyimpang yang tidak sesuai dengan norma agama dan kesusilaan, yaitu LGBT.
Menurut dia, muatan negatif itu bertentangan dengan penguatan pendidikan karakter yang sedang digalakkan pemerintah.
Dia mengatakan, buku-buku sastra yang direkomendasikan itu berpotensi memberikan pemahaman yang keliru bagi murid.
Khususnya soal etika, perilaku, kepantasan, serta adab. Selain itu juga berseberangan dengan UU 44/2008 tentang Pornografi. Di dalamnya melarang menyebarkan pornografi, termasuk perilaku yang menyimpang dalam bentuk apapun.
Baca Juga : Wapres Ma’ruf Amin Mengakui Kurang Sosialisasi, DPR Minta Tapera Ditinjau Ulang
Alpha mengatakan keterangan “Disclaimer” yang disebutkan di dalam buku panduan tersebut, tidak menjamin bisa menghalangi pembaca buku-buku sastra itu.
“Terutama siswa pada fase usia yang memiliki rasa keingintahuan yang besar,” katanya. Justru ketika di bagian disclaimer tertulis kontek seksualitas, ada rasa penasaran untuk membacanya.
Desakan supaya buku panduan sastra tersebut dicabut, juga disuarakan komunitas Nusantara Utama Cita (NU Circle). Wakil Ketua NU Circle Ahmad Rizali mengatakan setelah dikaji lebih jauh, isu Buku Panduan Program Sastra Masuk Kurikulum itu, ternyata juga berisi kekerasan seksual, pedofilia, dan LGBT.
Dia mengatakan buku-buku sastra picisan ini tetap diloloskan oleh Kemdikbudristek sebagai bacaan sastra untuk guru dan anak-anak di seluruh sekolah di Indonesia.
Dia mengatakan di dalam buku panduan tersebut, tersedia banyak judul rekomendasi buku atau karya sastra. Seluruhnya dibagi untuk jenjang pendidikan.
Yaitu SD, SMP, dan SMA sederajat. Di dalamnya dilengkapi semacam sinopsi. Serta contoh narasi kalimat yang mengandung konten kekerasan seksual, pedofil, dan LGBT. Dia meminta buku itu dihentikan segera dan direvisi secara menyeluruh isinya.
Rizali memberikan contoh novel berjudul Puya ke Puya karya Faisal Oddang yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama tahun 2021. Novel ini masuk kategori jenjang SMA sederajat. Rata-rata usia SMA di Indonesia adalah 16-18 tahun. Di halaman 208 terdapat narasi kekerasan seksual yang berbunyi, Saya merogoh selangkangannya, Memasukkan gagang parang berkali-kali, sebelum saya setubuhi. Malena hanya mampu menangis.
Rizali menegaskan contoh karya sastra dalam Buku Panduan Sastra Masuk Kurikulum itu, menjadi bukti tragedi intelektual. Sebab, seharusnya para kurator Kemdikbudristek bertugas menyeleksi buku sastra yang memiliki nilai sastra tinggi. Serta memenuhi norma-norma dalam masyarakat. Kemudian menyingkirkan buku-buku yang berisi konten penuh adegan pornografi, kecabulan dan apalagi pedofilia serta LGBT.
“Ada nirnalar yang dilakukan Kemdikbudristek,” katanya. Yaitu membuat panduan buku sastra masuk kurikulum yang ternyata banyak berisi buku yang mengandung konten kekerasan seksual brutal bahkan pedofilia dan LGTB. Seharusnya semua konten sastra yang berisi kekerasan seksual, persenggamaan, dan pornografi itu dicoret.
Dikonfirmasi atas polemik yang terjadi, Kepala Badan Standar, Kurikulum & Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo menjelaskan, bahwa muatan yang dipertanyakan pada beberapa karya yang direkomendasikan tim kurator sejatinya perlu dibaca dalam konteks karya tersebut secara utuh.
Tim kurator disebutnya memiliki pertimbangan yang matang ketika mengusulkan judul-judul tersebut.
”Tapi saya sudah minta untuk didiskusikan lagi berdasarkan berbagai masukan dan kritik,” ujarnya pada Jawa Pos, kemarin (30/5).
Selain itu, pria yang akrab disapa Nino itu menegaskan, bahwa pihaknya terbuka atas masukan yang diberikan. Daftar rekomendasi buku sastra dalam program Sastra Masuk Kurikulum pun dapat berubah dan berkembang seiring waktu, berdasarkan evaluasi dan masukan yang ada.
”Versi awal buku panduan saat ini untuk sementara kami tarik dan revisi berdasarkan masukan-masukan yang kami terima. Tujuannya agar semakin banyak karya sastra yang dapat menjadi opsi atau pilihan bahan ajar di sekolah,” paparnya.
Disinggung soal rencana penarikan buku, Nino mengungkapkan, hingga saat ini, belum ada pengiriman buku panduan atau karya-karya sastra ke sekolah. Ia pun menegaskan kembali bahwasanya tidak ada kewajiban bagi guru untuk menggunakan karya-karya yang ada di daftar yang ditetapkan. Semua perangkat yang dibuat dalam program ini, mulai dari daftar buku, panduan, sampai contoh modul ajar, adalah alat bantu guru yang bersifat opsional dan dinamis. ”Karena akan selalu diperbarui,” tuturnya.
Lebih lanjut, Nino kembali menyampaikan, program ini sebetulnya bertujuan untuk memperkenalkan sastra Indonesia kepada murid dan guru sebagai bahan ajar dalam upaya mengembangkan literasi dan pendidikan karakter. Menurutnya, jika karya sastra ini digunakan dengan baik dalam pembelajaran maka nantinya tak hanya menumbuhkan minat baca. Tapi juga sangat berpotensi untuk mengasah nalar, empati, serta nilai-nilai kemanusiaan.
Oleh karenanya, untuk mencapai tujuan itu, Kemendikbudristek membentuk tim kurator yang terdiri dari sastrawan, akademisi, dan guru. Mereka diminta untuk mengusulkan atau membuat rekomendasi karya-karya sastra yang dapat menjadi bahan ajar, baik itu untuk capaian pembelajaran ataupun elemen karakter dalam Profil Pelajar Pancasila di semua jenjang. Mulai dari tingkat SD, SMP, dan SMA.
Proses kurasi ini, kata dia, sudah berjalan cukup lama dan telah menghasilkan daftar karya sastra yang diusulkan kepada Kemendikbudristek. Berdasarkan daftar tersebut, Kemendikbudristek pun menyusun buku panduan untuk membantu guru memilih dan memilah sesuai usia dan kesiapan murid.
”Saya rasa kita semua sepakat bahwa karya sastra dapat menjadi bahan belajar yang penting dan perlu dipelajari oleh lebih banyak murid,” katanya. Karenanya, dia berharap berbagai perangkat ini dapat mendorong dan membantu guru memilih karya sastra yang sesuai untuk mengasah minat baca dan mengembangkan literasi muridnya. (wan/mia/jawa pos)