RADARBANDUNG.ID, JAKARTA – Desakan untuk segera memberangus judol disampaikan oleh Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan.
Dia menegaskan, dampak judol pada anak sebagai korban maupun pelaku bisa sangat fatal.
Anak akan mengalami ketergantungan, terutama pada hal-hal yang spekulatif, halu, hingga akhirnya berujung depresi.
”Mereka mimpi tinggi dapat uang besar dengan cara mudah, menganggap setelah kalah akan menang padahal pasti kalah lagi dan lagi. Sehingga akhirnya mengalami gangguan kesehatan mental,” ungkapnya, Minggu (23/6/2024).
Dalam proses penyembuhannya pun disebutnya tak mudah.
Butuh penanganan serius berupa pendampingan kesehatan dan psikologi agar kecanduannya hilang.
Baca Juga : Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan Tandaskan Memerangi Judi Online Bukan Hanya Tugas Pemerintah
”Ini tentu sebuah fenomena yang sangat mengkhawatirkan. Data keterlibatan anak dalam judi online menunjukkan bahwa anak-anak sangat rawan terhadap di dunia digital,” ujarnya.
Diakuinya, di era digital saat ini begitu mudah aksesibilitas anak-anak pada perangkat digital dan internet.
Berdasarkan data dari BPS, 88,9 persen anak Indonesia usia 5-17 tahun sudah tersambung dengan internet, yang mana sebagian besar dari mereka mengkonsumsi media sosial.
Baca Juga : Kemenag Akan Ikut Gencar Sosialisasi Menjauhi Segala Bentuk Perjudian
”Sementara, kita tahu apa yang ada di media sosial, banyak konten yang tidak terkonfirmasi kebenarannya, tidak tersensor dan terverifikasi, yang dapat dengan mudah ditonton anak-anak,” tuturnya.
Tidak hanya dalam bentuk perkataan yang tidak semestinya, ada pula adegan kekerasan, pornografi, hingga perjudian online ada di sana.
Tak heran bila media sosial ini pun punya andil besar dalam membentuk karakter dan perilaku anak-anak.
Baik itu cara bicara, penggunaan kosa kata, sikap agresif, dan perilaku kekerasan.
Oleh karenanya, Kawiyan menekankan perlunya pengawasan dan pendampingan orangtua.
”Anak-anak rentan terhadap kecanduan judi online ini juga lantaran aksesibilitas dan keterpaparan. Hampir semua daerah di Indonesia sudah tersambung dengan internet. Problemnya, banyak anak yang beraktivitas di ranah daring tidak mendapatkan pengawasan dan pendampingan dari orangtua dengan baik,” keluhnya.
Kondisi ini diperparah dengan konten judi online dan iklan judi online yang sengaja dirancang untuk menarik minat anak-anak dengan tema dan grafis yang menarik.
Mirisnya lagi, kata dia, banyak orangtua yang tidak khawatir anaknya terpapar judi online karena kekurangpahaman mereka.
Mereka tidak paham bahwa judi online dapat berdampak negatif pada perkembangan anak.
Oleh sebab itu, ia mendesak pemerintah untuk segera melakukan pencegahan secara masif dan luas dengan sasaran anak-anak dan orangtua.
Anak-anak dan orangtua harus disadarkan bahwa judi online dapat merusak mental dan perilaku anak, serta sendi-sendi keluarga.
Pemerintah dinilai perlu melakukan pendataan secara akurat terhadap anak-anak yang diketahui menjadi korban judi online.
Setelahnya, harus dilakukan pendampingan, perlindungan khusus, pemulihan dan rehabilitasi.
”Karena sesungguhnya anak-anak yang menjadi pelaku judi online juga merupakan korban dari sistem masyarakat yang belum secara utuh memberikan perlindungan terhadap anak-anak,” pungkasnya. (idr/wan/lum/mia/jawa pos)