RADARBANDUNG.ID, JAKARTA – Strategi Satgas Pemberantasan Judi Online perlu diperbaiki.

Pakar TPPU Universitas Trisakti Yenti Garnasih. Sementara itu, foto atas, Ilustrasi seseorang Sedang Bermain Judi Online. Foto atas : Deposit Photos, foto bawah fh.trisakti.ac.id
Upaya menjerat bandar judi dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) masih dikesampingkan.
Padahal, dalam kejahatan motif ekonomi memproses TPPU lebih berdampak serius dibanding sekedar menangkap bandar, apalagi operator judi yang hanya kaki tangan.
Baca Juga : Timnas Indonesia U-16 Tumbangkan Laos Skor 6-1 Dalam Laga ASEAN CUP U-16, Garuda Muda Terbang Ke Semifinal
Pakar TPPU Universitas Trisakti Yenti Garnasih menuturkan, dalam rezim hukum internasional anti pencucian uang disebutkan bahwa salah satu pidana asal TPPU adalah perjudian.
Maka, proses TPPU untuk judi akan lebih mudah diproses kendati uang judi itu ditransfer keluar negeri.
“Indonesia merupakan anggota Financial Action Task Force (FATF) sebuah badan yang menjadi bagian dari rezim hukum internasional anti pencucian uang,” jelasnya, kemarin.
Masalahnya TPPU ini tidak juga diutamakan. Padahal, TPPU ini lebih berdampak bila diterapkan dalam kejahatan bermotif ekonomi seperti judi.
Bisa dibandingkan dengan sekedar menangkap operator judi, membongkar perannya, dan modusnya.
“Bandar itu tujuan utamanya keuntungan ekonomi. Kalau tujuan itu yang disasar satgas tentunya sudah seharusnya. Jangan malah mengutamakan yang lain,” urainya.
Baca Juga : SebeIum Gelar Hajatan, Warga Bandung Barat Wajib Lapor Puskesmas
Satgas juga sebaiknya jangan hanya menatap ke depan atau memproses kasus baru.
Jangan lupa bahwa judi online sudah terjadi beberapa tahun belakangan, maka satgas harusnya memproses semua.
“Baik yang sudah-sudah atau yang baru,” paparnya.
Masih membekas kuat diingatan bahwa ada uang judi online Rp 300 triliun masuk ke pendanaan kampanye.
Tentunya, kasus itu juga harus diproses.
“Kita ingat uang judi untuk Pilpres. Gimana prosesnya?” Terangnya.
Kini uang judi online sesuai informasi PPATK telah mencapai Rp 600 triliun.
Kenapa semua itu tidak disita hingga sekarang tentunya menjadi persoalan.
Tidak ada alsan uang itu sudah berada di luar negeri.
“Mudah karena kita anggota TATF. Bisa disita dengan bantuan mereka,” jelasnya.
Lagi pula dengan follow the money akan terungkap siapa bandar judi online ini sebenarnya.
Siapa yang hanya kaki tangan dan siapa yang menjadi bigboss.
“Aliran dana ke siapa saja bisa tau,” urainya.
Seandainya pun tidak diketahui siapa pemiliki atau bigboss bandar judi online ini, tapi uang hasil judi onlinenya ada.
Bisa disita untuk negara.
Bagi bigboss judi online jelas sangat merugikan.
“Pokoknya pakai TPPU gak ada ruginya,” terangnya.
Bahkan, bagi bandar judi ini menjadi hukuman yang lebih berat dibanding sekedar dipenjara.
Karena keuntungan tidak didapatkan dari judi online.
“Bandar judi hanya akan mengeluarkan modal terus, tanpa bisa mendapatkan keuntungannya. Kan disita duluan,” urainya.
Dengan itu perlu dipahami, khususnya bagi Satgas Pemberantasan Judi Online.
Bahwa TPPU lebih merusak karena menargetkan kemampuan finansial bandar judi.
“Jadi bangkrut, ini kan lebih tepat,” tegasnya. (idr/jawa pos)