RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Dua mantan direktur perusahaan logistik menghadapi kasus hukum di Pengadilan Negeri Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan karena perjanjian bisnis berujung perselisihan. Kasus yang masuk dalam aspek perdata belakangan bergulir menjadi kasus pidana.
Kasus ini sendiri bermula dari kontrak bisnis alih muat batubara antara PT IMC Pelita Logistik Tbk dengan PT Sentosa Laju Energy (SLE).
BACA JUGA: Jelang Pendaftaran Pilkada, Pemkab Bandung Barat Serahkan RPJMD ke KPU KBB
Sabri Noor Herman, selaku kuasa hukum kedua mantan Direktur IMC menjelaskan kliennya dijerat pasal 404 ayat 1 KUHP yang mengatur tentang menarik barang milik sendiri atau orang lain yang masih ada ikatan gadai, hak pungut hasil, atau hak pakai atas barang tersebut.
Menurut dia, dakwaan pidana ini juga terkesan dipaksakan mengingat kontrak bisnis merupakan kontrak bisnis alihmuat sedangkan dakwaan pasal 404 KUHP umumnya timbul dalam pelaksanaan perjanjian kredit dalam kaitannya dengan jaminan berupa tanah.
“Dalam perkara yang terjadi ini, kontrak yang dimaksud adalah jasa alih muat batubara, bukan sewa alat. Jadi pasal 404 ayat 1 itu keliru disangkakan kepada klien kami,” jelas Sabri kepada media belum lama ini
Dugaan kasus kriminalisasi ini sendiri timbul ketika IMC mengalokasikan Floating Crane keluar dari Kalimantan Timur mengingat tidak adanya pesanan dari SLE. Prosedur pengalihan kapal itu sendiri telah sesuai dengan perjanjian dalam kontrak, yakni jika SLE tidak ada permintaan alih muat sesuai dengan tata cara seperti termuat dalam kontrak, maka IMC selaku penyedia jasa sekaligus pemilik kapal dapat mengalihkan kapal tersebut.
Selanjutnya, karena mendengar FC akan berpindah ke Kalimantan Selatan, SLE kemudian meminta angkutan batubara di lokasi yang tidak sesuai kesepakatan, yakni Kalimantan Selatan. “Kalau di Muara berau IMC masih ada alat pengangkut pengganti Ben Glory, sesuai dengan perjanjian dalam kontrak,” ujar Sabri.
Singkat cerita, SLE kemudian melaporkan pihak IMC ke Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan dengan tuduhan menarik barang yang masih ada ikatan sewa, yang membawa kasus ini ke ranah pidana dengan pasal 404 ayat 1 KUHP, dan kemudian berujung pada penetapan tersangka dua mantan Direktur dan seorang mantan Manajer IMC pada Oktober 2023 hingga akhirnya disidangkan di PN Batulicin.
“Padahal, dalam perjanjian juga tertulis, bahwa jika terjadi perselisihan, maka akan diselesaikan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia,” urai Sabri.
Saat ini, kasus ini akan memasuki tahap penuntutan. Sabri pun optimis bahwa jika hakim memutus sesuai fakta persidangan selama ini, maka kliennya akan diputus tidak bersalah.
“Selama persidangan ini, tidak ada saksi atau bukti yang bisa membuktikan pasal 404. Harapan kami adalah agar jaksa memeriksa sesuai fakta persidangan. Jika faktanya tidak bisa dibuktikan, maka terdakwa harus bebas,” tegas Sabri.
Dalam penegakan hukum, idealnya terdapat lembaga yang mengawasi baik di penyidikan, kejaksaan, maupun pengadilan. “Kami berharap fakta yang kami sampaikan dapat digali dan dianalisis secara objektif oleh berbagai pihak, termasuk rekan media untuk bersama kita awasi jalannya persidangan ini,” tegas Sabri.