RADARBANDUNG.ID, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengumumkan hasil investigasi meninggalnya dokter Aulia Risma, peserta pendidikan dokter spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip), Minggu 1 September 2024.

ilustrasi garis polisi. Kemenkes Stop Praktik Klinis Dekan FK Undip
Imbas Meninggalnya Mahasiswa PPDS Dokter Aulia Risma. Foto: Jawa Pos.com dan Pixabay
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril menyatakan, dalam proses investigasi meninggalnya dokter Aulia Risma,
ditemukan adanya pungutan liar (pungli).
’’Adanya dugaan permintaan uang di luar biaya pendidikan resmi yang dilakukan oleh oknum-oknum dalam program tersebut kepada almarhumah meninggalnya dokter Aulia Risma. Permintaan uang ini berkisar Rp 20 juta sampai Rp 40 juta per bulan,” kata Syahril.
Permintaan itu berlangsung sejak Aulia masih semester I program PPDS.
”Almarhumah ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas menerima pungutan dari teman seangkatannya dan menyalurkan uang tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan nonakademik,” ucapnya.
Syahril memerinci kebutuhan itu, antara lain, membiayai penulis lepas untuk membuat naskah akademik senior, menggaji office boy (OB), dan berbagai kebutuhan senior lainnya.
Baca Juga :Pasangan Jimat-Aku Rampung Tes Kesehatan, Kang Jimat : Siap Lanjutkan Jawara Dua
Syahril menyatakan, pungutan itu sangat memberatkan Aulia dan menjadi awal tekanan dalam pembelajaran. Kemenkes sudah menyerahkan bukti tersebut kepada polisi.
Sementara itu, dugaan perundungan masih didalami oleh Kemenkes dan kepolisian. Syahril juga mengungkapkan alasan penghentian sementara PPDS anestesi Undip sejak 14 Agustus.
Baca Juga :Lima Bacakada Pilkada Bandung Barat Rampung Jalani Pemeriksaan Kesehatan
”Kemenkes mengambil kebijakan ini, antara lain, karena adanya dugaan upaya perintangan dari individu-individu tertentu terhadap proses investigasi oleh Kemenkes,” tuturnya.
Pada 28 Agustus lalu, Kemenkes telah memberikan surat kepada Dekan FK Undip Yan Wisnu Prajoko.
Surat itu berisi pemberhentian sementara aktivitas klinis Yan Wisnu di RSUP dr Kariadi Semarang.
Wakil Rektor IV Universitas Diponegoro (Undip) Wijayanto buka suara soal pemberhentian Yan Wisnu Prajoko dari praktik klinis.
Dia menegaskan, dalam kasus PPDS itu, Undip sudah melakukan investigasi internal seperti disampaikan berkali-kali oleh rektor di berbagai kesempatan.
Undip juga sangat terbuka dengan hasil investigasi pihak luar, baik kepolisian maupun Kemenkes.
”Jika memang terbukti ada perundungan, hukuman untuk pelakunya jelas dan tegas, drop out,’’ kata dia kepada Jawa Pos Radar Semarang kemarin.
Namun, lanjut dia, investigasi itu masih jauh dari kata selesai. Dia menyebut, saat ini justru terjadi penghakiman, bahkan hukuman berupa penutupan PPDS Undip. Penutupan itu dilakukan Kemenkes pada 14 Agustus 2024, jauh sebelum penyidikan tersebut rampung dan ada kata putus dari polisi, apalagi pengadilan.
Penutupan program studi itu tidak hanya merugikan 80-an mahasiswa PPDS lainnya. Masyarakat juga mengalami kerugian karena harus antre panjang akibat kelangkaan dokter di RSUP dr Karyadi.
Hukuman kedua, kata dia, terjadi ketika Kemenkes memberhentikan aktivitas klinis Yan Wisnu.
Di mata Wijayanto, Yan Wisnu adalah sosok yang penuh integritas. ”Kita mendengar Pak Dirut mendapat tekanan luar biasa dari Kementerian Kesehatan sehingga mengeluarkan keputusan itu (pemberhentian Yan Wisnu, Red),’’ tambahnya.
Dia menyebut, semua kesalahan kini dilimpahkan pada Undip. Padahal, ada kenyataan tentang jam kerja di rumah sakit yang overload. Hal itu adalah kebijakan Kementerian Kesehatan.
Wijayanto menilai peristiwa itu ibarat puncak gunung es.
Undip mendorong agar investigasi dilakukan secara tuntas sehingga terungkap akar struktural dan sistemik.
Dengan begitu, hasil investigasi tersebut bisa menjadi bahan pembenahan ke depan. (lyn/ifa/c6/oni/jawa pos)