RADARBANDUNG.id- Sebanyak 53 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi di Kabupaten Bandung Barat sepanjang tahun 2024. Dari jumlah itu, 70 persen diantaranya merupakan kasus pelecehan seksual dan bulying terhadap anak.
Data Dinas DP2KBP3A KBB menyebut, Januari hingga September 2024 tercatat kekerasan terhadap anak sebanyak 28 kasus, kekerasan terhadap perempuan 9 kasus, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 13 kasus dan traficking atau perdangan manusia 3 kasus.
Kepala Bidang Pemerdayaan Perempuam dan Perlindungan Anak (PPA) DP2KBP3A KBB, Rini Haryani menjelaskan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Bandung Barat didominasi oleh pelecehan seksual.
“Hampir 70 persen merupakan kasus pelecehan seksual dan bulying terhadap anak. Sedangkan, 30 persen sisanya adalah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT),” kata, Rabu (16/10/2024).
Ia menambahkan, sejauh ini kasus tersebut berasal dari laporan langsung dan juga laporan melalui hotline DP2KBP3A KBB dengan nomor 081323222120.
“Pengaduan itu ada secara langsung dan ada juga yang melalui hotline kami,” katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, berdasarkan catatan kasus kekerasan pada anak dan perempuan paling banyak terjadi di wilayah Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Bandung Barat.
“Kalau sekarang yang rekor (paling banyak kasus) itu di wilayah Kecamatan Cihampelas sebanyak 12 kasus,” ujarnya.
Masih kata dia, pasca mengalami kekerasan kondisi korban anak maupun perempuan saat ini bermacam-macam seperti, psikis terganggu, mengalami trauma dan lain sebagainya.
“Ada juga yang secara fisik mengalami drop akibat kekerasan, jadi tergantung kekerasan apa yang dia terima dan ada juga yang dalam masa penyembuhan pasca kejadian,” katanya.
Pihaknya menyediakan berbagai layanan pendampingan bagi para korban kekerasan anak dan perempuan seperti, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) ke kepolisian, pendampingan visum ke rumah sakit umum dan assesment psikolog.
“Selain itu, kita juga melakukan pendampingan rujukan perpindahan sekolah ke Dinas Pendidikan (Disdik) bagi korban yang terpaksa keluar sekolah pasca mengalami kekerasan,” katanya.
“Kalau pun ingin tetap di situ (sekolah) kami akan melakukan mediasi dengan pihak sekolah. Dan kita juga menyediakan rumah aman bagi para korban dan lain sebagainya,” pungkasnya. (KRO)