RADARBANDUNG.ID, JAKARTA – Pidato perdana Prabowo Subianto sebagai Presiden disampaikan dengan berapi-api, Minggu 20 Oktober 2024.

Pidato perdana Prabowo Subianto sebagai Presiden disampaikan dengan berapi-api, Minggu 20 Oktober 2024. Foto-foto:Salman Toyibi/Jawa Pos
Pada pidato politik yang berlangsung hampir satu jam tersebut, Prabowo Subianto menyentil berbagai persoalan laten.
Mulai dari praktik korupsi, Kolusi dan nepotisme di lingkungan pejabat, hingga para pengusaha nakal.
Baca Juga : Usai Dilantik, Presiden Prabowo Subianto Ajak Semua Bersatu Demi Rakyat
Prabowo mengawali pidatonya dengan komitmen untuk berbakti pada negara sesuai sumpah yang diucapkan.
Dia berjanji bekerja dengan mengutamakan kepentingan rakyat dibanding kepentingan golongan.
“Apalagi kepentingan pribadi kami,” kata dia.
Baca Juga : Prabowo Akan Bentuk Kementrian Penerimaan Negara, Sudah Ada 3 Nama Calon Pimpinannya
Mantan Danjen Kopassus itu menerangkan, tantangan Indonesia ke depan tidak akan mudah.
Bukan hanya karena situasi eksternal yang dinamis, melainkan juga banyaknya persoalan dari sisi dalam negeri.
Terbukti, meski Indonesia diberi kekayaan alam yang melimpah, kemiskinan masih banyak ditemui di masyarakat.
Baca Juga : Jokowi Titip Kelanjutan Proyek ini Kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto
Karena itu, dia mengingatkan semua elite agar bekerja untuk kepentingan rakyat. Wong cilik, kata Prabowo, punya peran krusial dalam sejarah nasional.
“Janganlah kita lupa, waktu perang kemerdekaan, kita tidak punya anggaran, APBN, pasukan kita tidak digaji. Siapa yang memberi makan kita? Yang memberi makan adalah para petani di desa-desa, para nelayan, para pekerja,” kata Prabowo penuh penghayatan.
Dia meminta elite untuk berani mengoreksi diri sendiri. Sebab, faktanya masih terlalu banyak kebocoran akibat korupsi yang membahayakan masa depan.
Kebocoran itu, kata Prabowo, disebabkan oleh penyimpangan, kolusi di antara para pejabat politik dan pejabat pemerintah dengan pengusaha-pengusaha nakal dan tidak patriotik.
Para elite juga diminta untuk tidak terlalu senang melihat angka-angka statistik.
Sebab, fakta di lapangan tidak mencerminkan perbaikan.
Ekonomi Indonesia, misalnya, masuk dalam G20 dan masuk 16 terbesar di dunia.
Tapi, penderitaan masih dialami banyak orang.
“Apakah kita sadar bahwa kemiskinan di Indonesia masih terlalu besar, apakah kita sadar bahwa rakyat kita dan anak-anak kita banyak yang kurang gizi,” ungkapnya berapi-api.
Selain melakukan refleksi, dalam pidato perdananya Prabowo juga mencanangkan sejumlah agenda strategis.
Pertama, mencapai swasembada pangan, air, dan energi.
Dalam situasi ketegangan global yang meningkat, kemampuan untuk memenuhi pangan dan energi menjadi kunci. Dengan bekal sumber daya alam yang melimpah, Prabowo optimistis pencanangan itu bisa dicapai.
Untuk energy, misalnya, Indonesia punya sawit yang bisa menggantikan bahan bakar. Kemudian di sektor pangan, ada banyak komoditas selain padi yang bisa ditanam.
Agenda strategis lainnya adalah memastikan subsidi tepat sasaran.
Prabowo mengaku akan meneliti, bahkan melakukan perubahan, untuk memastikan subsidi harus diterima langsung keluarga yang membutuhkan. “Dengan teknologi digital, kita akan mampu,” tuturnya.
Selanjutnya, Prabowo juga kembali menyatakan visinya melakukan hilirisasi terhadap semua komoditas.
Kenaikan nilai tambah diyakini akan meningkatkan ekonomi yang berdampak langsung pada rakyat.
Di bidang demokrasi, Prabowo menginginkan agar demokrasi Indonesia lebih beradab dan sesuai budaya bangsa.
“Demokrasi di mana mengoreksi harus tanpa caci maki, bertarung tanpa membenci, bertanding tanpa berbuat curang,” ungkapnya.
Di ujung pidatonya, Prabowo menutup dengan komitmen untuk terlibat politik bebas aktif non blok di dunia internasional. Juga akan terus melanjutkan perjuangan kemerdekaan rakyat Palestina.
Sementara itu, dalam pidatonya, Prabowo sama sekali tidak menyebut masa depan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Anggota fraksi PDIP Komaruddin Watubun berpendapat, tidak disebutnya IKN menunjukkan Prabowo punya prioritas. Melihat situasi, tantangan ke depan memang berat karena utang Indonesia sudah mencapai Rp 8.400 triliun.
Tahun depan Indonesia harus membayar sekitar Rp 1.000 triliun.
“Jadi saya pikir itu bagian dari sikap Pak Prabowo untuk menggarisbawahi mana yang jadi prioritas,” ujarnya.
Pemindahan ibu kota ke IKN, lanjutnya, bisa jadi bukan prioritas utama saat ini.
Toh jika masih bertahan di Jakarta sementara ini, pemerintahan tetap bisa berjalan.
Jika diutamakan yang fisik lalu rakyat menderita, itu bertentangan dengan Prabowo yang selalu memprioritaskan rakyat kecil.
“Saya terharu ketika dia menyampaikan waktu kita belum punya APBN, rakyat kecil yang membiayai militer kita, perjuangan kita. Berarti dia menghayati,” jelasnya.
Soal nasib keppres pemindahan ibu kota yang ditunda, baginya bukan masalah jika memang situasi belum memungkinkan. “Kalau tidak ada uang, kau mau apa?,” jelasnya. . (far/tyo/oni/jawa pos)