RADARBANDUNG.ID, BANJARAN –Para pedagang Pasar Banjaran, Kabupaten Bandung menolak surat penertiban yang mereka terima dari pihak pengembang, PT Bangun Niaga Perkasa (BNP).
Dalam isi surat tersebut meminta para pedagang yang berjualan di jalan desa untuk segera pindah ke lokasi relokasi yang disediakan oleh pengembang sebelum 20 Oktober 2024.
Salah seorang pedagang Pasar Banjaran, Cecep mengatakan, para pedagang merasa heran dengan permintaan tersebut. Ia menyatakan, lahan yang ditempati oleh para pedagang adalah GBS (Guna Bangun Serah), yang berarti pihak pengembang tidak memiliki kewenangan untuk menertibkan pedagang di kawasan tersebut.
Baca juga : BPJS Ketenagakerjaan Bandung Suci Serahkan Santunan kepada Ahli Waris Pedagang Pasar Ciroyom
“Pengembang tidak punya hak atas para pedagang di Jalan Desa, karena lahan tersebut bukan milik mereka. Secara historis, kawasan ini berada di bawah kewenangan Pemerintah Desa Banjaran,” ujar Cecep pada Selasa (22/10).
Menurut Cecep, isi surat tersebut menyebutkan, jika para pedagang tidak segera pindah sebelum tenggat waktu, PT BNP akan melakukan eksekusi secara paksa.
“Namun, para pedagang merasa tidak perlu mengikuti perintah tersebut karena yakin bahwa pengembang tidak memiliki otoritas,” ujar dia.
Cecep juga menjelaskan, pedagang Pasar Banjaran tetap berjualan seperti biasa. Mereka merasa tidak ada alasan untuk mengikuti surat yang menurut mereka tidak sah.
Baca juga : Optimalkan Pengelolaan Sampah di Pasar Baleendah, Disdagin Edukasi Pemilahan
“Pedagang masih beraktivitas seperti biasa karena kami yakin pengembang tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk memaksa kami pindah,” tambahnya.
Lebih lanjut, Cecep menduga bahwa PT BNP mencoba mengatasnamakan Pemerintah Kabupaten Bandung untuk menjalankan proses penertiban.
“Menurutnya, pihak pengembang menyatakan bahwa eksekusi akan dilakukan berdasarkan instruksi dari Dinas Perdagangan Kabupaten Bandung,” kata dia.
Namun, Cecep menegaskan, para pedagang belum pernah menerima surat resmi dari Dinas Perdagangan terkait tindakan eksekusi yang disebutkan oleh pengembang. Ia mengatakan bahwa jika ada instruksi resmi, seharusnya surat tersebut diterbitkan oleh instansi pemerintah terkait, bukan dari pihak swasta.
“Kami belum menerima surat eksekusi dari Dinas Perdagangan, meskipun pihak pengembang mengklaim demikian,” jelas Cecep.
Permasalahan ini menimbulkan keresahan di kalangan pedagang Pasar Banjaran yang khawatir akan adanya eksekusi paksa yang tidak sesuai prosedur. Pedagang berharap ada klarifikasi lebih lanjut dari pihak pemerintah mengenai status lahan dan hak pengelolaan pasar.
Diketahui polemik antara pengembang pasar Banjaran memanas sejak penertiban pedagang tahun lalu dilakukanoemerintah Kabupaten Bandung. Hingga berita ini diterbitkan, PT Bangun Niaga Perkasa belum memberikan tanggapan resmi terkait pernyataan para pedagang Pasar Banjaran. (kus)