RADARBANDUNG.id, BANDUNG- Peredaran 1 juta obat keras ilegal berhasil digagalkan Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Jawa Barat pada awal November 2024. Ditresnarkoba Polda Jabar juga membongkar rumah produksi obat-obatan keras ilegal di dua wilayah, yaitu Sumedang dan Kabupaten Tasikmalaya.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Jules Abraham Abast mengatakan, pengungkapan peredaran 1 juta obat keras ilegal ini dilakukan bersama Badan Nasional Narkotika (BNN) Jabar. Di wilayah Sumedang, pihaknya mengamankan enam pelaku beserta barang bukti obat keras ilegal mengandung trihexyphenidyl berlogo LL.
“Ada peredaran produksi di Kecamatan Cimalaka Sumedang, dan tim gabungan bergerak melakukan penggeledahan pada alamat rumah tersebut, hingga diamankan kurang lebih 6 orang dengan inisial WN, SK, CS, RC, SG dan AM,” ungkap Jules di Mapolda Jabar, pada Jumat (15/11/2024).
Keenam pelaku tersebut, diduga memproduksi dan mengedarkan obat keras ilegal. Mengolah bahan baku menggunakan mesin yang menghasilkan obat berbentuk tablet.
“Keenam orang pelaku ini memproduksi obat keras sebanyak 170 ribu gram atau 1 juta butir tablet berlogo LL,” ungkapnya. Sedangkan, untuk hasil produksi, dikatakannya, diedarkan di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan prosesnya menggunakan jasa rental mobil.
Lanjut Jules, pengungkapan kasus obat keras ilegal juga dilakukan di wilayah Tasikmalaya, dengan mengamankan tersangka SY, AA dan IF beserta sejumlah barang bukti berupa mesin cetak obat keras ilegal, 5 kg bahan hexymer yang belum diproduksi. “Para pelaku yang diungkap di Tasikmalaya dan Sumedang berbeda jaringan,” sebutnya.
Jules menyatakan, para tersangka tidak memiliki latar belakang farmasi. Mereka membeli mesin lalu memodifikasi agar bisa memproduksi obat keras. “Tanpa izin dan ilegal,” tegas Jules.
Sementara, Direktur Narkoba Polda Jabar Kombes Pol Johannes Manalu menambahkan, petugas berhasil menggagalkan 1 juta obat keras ilegal siap edar di wilayah Sumedang. Sedangkan di Tasikmalaya sudah tercetak 300 butir dan stok 250 kg bahan baku hexymer.
Para pelaku menjual per butir dengan harga Rp3.000 hingga Rp5.000, dengan sasaran kalangan kelas menengah ke bawah. Per 150 gram berisi 1.000 butir, dijual Rp700 ribu.
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 435 atau 436 ayat 2 Undang-undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan juncto pasal 55 ayat 1 ke satu, dengan ancaman hukuman paling lama 12 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.
Sementara itu, turut hadir pada ekspos, Wakapolda Jawa Barat Brigjen Pol Wibowo, BNNP, BPOM serta perwakilan dari instansi terkait.
Perwakilan BPOM Bandung Ayi Mahpud menyatakan, jenis obat trihexyphenidyl dan hexymer merupakan obat parkinson dan tremor yang berhubungan dengan syaraf. Dikatakannya, jika dikonsumsi secara terus menerus oleh anak muda bisa menyebabkan ketergantungan, dan efeknya ke ginjal serta dapat berujung cuci darah apabila rutin dikonsumsi. (dbs)