RADARBANDUNG.ID, SOREANG-Kebijakan pemerintah untuk menaikkan bahan bakar minyak (BBM) dikeluhkan banyak pihak, salah satunya driver ojek online.
Salah seorang driver Ojek Online, Saleh (34) mengatakan, kebijakan kenaikan BBM membuat banyak ojek online enggan mengambil orderan jarak jauh hingga berhenti menjadi driver.
“Saat ini keuntungan bekerja sebagai driver ojol sangat minim, sehingga dengan kenaikan BBM semakin memperburuk pendapatan ekonomi,” ujar dia, Kamis (5/12).
Baca juga : Tips Aman Berkendara untuk Pengemudi Ojek Online
Dia mengatakan, dari sepekan terakhir banyak rekan sejawatnya mulai mengundurkan diri menjadi ojek online dan beralih pekerjaan.
“Dari seminggu terakhir, sekitar 10 teman saya sudah berhenti menjadi ojol khususnya mereka yang stand bye di kawasan Kabupaten Bandung,” ucapnya.
Saleh menambahkan, rute ojek online di Kabupaten Bandung merupakan salah satu rute terjauh. Pasalnya kawasan tersebut luas, sehingga seringkali menyebabkan biaya membeli bensin boros.
“Sehingga sangat mungkin banyak ojol yang tidak mau mengambil rute jauh bahkan berhenti menjadi ojol, disaat kondisi harga BBM tinggi,” kata dia.
Dengan kejadian tersebut, pihaknya berharap pemerintah bisa membuat kebijakan yang tidak merugikan masyarakat dengan upah minim. Khususnya driver ojol.
Baca juga : Kantor Operasional Gojek Bandung Disulap Jadi Venue Pernikahan Mitra
“Saya berharap pemerintah bisa bijak saat membuat aturan menaikan BBM, karena yang sangat berimbas pekerjaan seperti kami,” ungkapnya.
Guru Besar FEB Universitas Indonesia, Telisa Aulia Falianty, menekankan pentingnya kebijakan subsidi BBM yang mempertimbangkan keadilan sosial dan melindungi masyarakat kecil. Ia menyoroti dampak kebijakan ini terhadap sektor transportasi, terutama ojek online (ojol), yang kini menjadi bagian penting dari transportasi massal.
“Angkutan umum bukan hanya angkutan kota, tapi ada fenomena ojol yang perlu dipertimbangkan. Ojol sangat penting bagi mobilitas masyarakat saat ini,” ujar Telisa.
Telisa mengingatkan, pembatasan subsidi BBM dapat memicu kenaikan tarif ojol, yang berpotensi memengaruhi tingkat inflasi.
“Sebagai sektor yang mayoritas pengemudinya rentan secara ekonomi, perlu ada klasifikasi data agar subsidi tepat sasaran,” jelasnya.
Ia juga mengusulkan mekanisme pembatasan subsidi berdasarkan kapasitas kendaraan (CC), dengan pengawasan yang disertai sosialisasi dan data akurat. Selain itu, penerapan kebijakan ini perlu dilakukan secara bertahap agar masyarakat memiliki waktu untuk beradaptasi.
“Pendekatan bertahap dan evaluasi berkelanjutan penting dilakukan agar kebijakan ini tidak membebani masyarakat,” pungkasnya. (kus)