RADARBANDUNG.id- Pemkab Bandung Barat bakal melakukan tindakan tegas terhadap Tempat Pembuangan Sampah (TPS) liar di wilayahnya. Hal tersebut menyusul kemunculan TPS ilegal di sejumlah titik.
Dinas Lingkungan Hidup (DLh) Kabupaten Bandung Barat mencatan, setidaknya ada enam TPS liar yang ada di wilayahnya. Termasuk sejumlah TPS ilegal yang sudah disegel pemerintah.
Keenam TPS liar tersebut berada di Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang sebanyak 3 TPS, 1 di Desa Sariwangi, Kecamatan Parongpong, 1 di Desa Padalarang, Kecamatan Padalarang, dan 1 titik di Desa Nangeleng, Kecamatan Cipendeuy.
Keberadaan enam TPS liar tersebut ada yang dikelola oleh pihak swasta dan masyarakat. Sementara itu, TPS lainnya tanpa ada pengelolaan sehingga sampah menumpuk.
Kabid Kebersihan DLH KBB, Didit Lidia mengatakan, menindaklanjuti keberadaan TPS liar tersebut pihaknya telah beberapa kali melakukan penyegelan dan memasang garis PPLH.
“Memang untuk tumpukan sampah liar ada beberapa laporan dari masyarakat. Beberapa kali juga sudah kita tangani dan kita angkut,” katanya, Kamis (9/1/2025).
Ia menambahkan, di wilayahnya ada beberapa titik TPS liar yang susah ditindak. Namun tak berselang lama TPS ini kembali beroperasi secara ilegal.
“Tumpukan sampah liar memang beberapa kali sudah kita pasang police line tapi terus hilang lagi dan dipakai lagi,” katanya.
Sementara itu, Pejabat (Pj) Bupati Bandung Barat, Ade Zakir mengatakan, kemunculan TPS liar tersebut salah satunya dipicu lantaran adanya pembatasan angkut sampah ke TPS Sarimukti dari 34 ritase menjadi 17 ritase.
“Kita sudah koordinasi dengan Pemprov Jabar melalui pak Sekda Jabar sehingga nanti DLH Provinsi ikut terlibat menangani. Apalagi kondisi tersebut imbas penurunan kuota ke TPS Sarimukti,” katanya.
Ia menambahkan, pembatasan pembuangan sampah ke TPA Sarimukti dilaksanakan di saat Pemda kota/kabupaten di cekungan Bandung belum siap. Terlebih saat ini pihaknya dituntut mengolah sampah mandiri, mengedukasi warga melakukan pemilihan, serta membatasi pengangkutan ke TPA Sarimukti.
“Infrastruktur tidak masalah, justru kondisi ini akibat kebijakan pembatasan ritase TPS Sarimukti. Sementara kabupaten/kota belum siap,” katanya.
“Mereka bukan saja harus melakukan pengurangan ritase, tapi juga menjalankan penyadaran masyarakat tentang pilah sampah, hingga menjalankan zero food waste. Setidaknya kita terus berusaha mengamankan sampah kita agar tidak bertepuk,” imbuhnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, pihaknya saat ini tengah tengah merumuskan terkait langkah penindakan hukum kepada para pelaku buang sampah sembarang. Teknis kebijakan tersebut akan dirumuskan dengan aparat kepolisian dan kejaksaan.
“Kalau kejadian ini terus terjadi saya akan tindak tegas. Saya akan lapor apakah ini masuk tindak pidana atau tidak, nanti kita akan diskusi dengan Forkompinda. Nanti ada upaya-upaya penindakan secara hukum,” katanya.
Ia menegaskan, Peraturan Daerah memang telah mengatur regulasi soal sansi bagi tindakan buang sampah sembarang. Namun, aturan ini perlu konsultasi penegakan hukum agar bisa dijalankan di masyarakat.
“Karena kalau terus dibiarkan akan muncul lagi dan TPS liar pindah tempat. Awal mula ada di Cipeundeuy, sekarang ada di Lembang,” tandasnya.
Sementara itu, Komisi III DPRD Kabupaten Bandung Barat (KBB) mendorong Pemkab Bandung Barat untuk mengalokasikan anggaran untuk pembebasan lahan guna membuat Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) khusus untuk wilayahnya.
“Komisi III sudah meminta anggaran kepada Pemkab Bandung Barat untuk segera membebaskan tanah dan membuat TPA sendiri,” katanya.
Ia menambahkan, dorongan anggaran tersebut guna mengoptimalkan penanganan sampah di Kabupaten Bandung Barat. Pasalnya, produksi sampah di Bandung Barat mencapai 650 ton dan jumlah yang bisa diterima hanya 150-160 ton per hari.
“Ironisnya kondisi itu dimanfaatkan para pengusaha untuk membuka bisnis TPS seperti yang dilakukan PT Tras Bumi Nusantara dan Koperasi Produsen Healthy Harvest Indonesia di Jalan Raya Lembang, Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang,” katanya.
Ia menegaskan, pihaknya mendesak Pj Bupati Bandung Bandung Barat, Bapelitbangda, termasuk TAPD mengalokasikan anggaran untuk pembebasan tanah agar KBB punya TPA sendiri.
“Saya meminta anggaran untuk pembebasan tanah itu sebesar Rp 30 miliar, tapi di tahun 2025 ini mereka hanya memberikan Rp 2,5 miliar,” katanya. (KRO)