RADARBANDUNG.id, BANDUNG- Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi menegaskan alokasi anggaran akan difokuskan pada kepentingan publik. Selain itu, ia akan mengawasi dan memberikan sanksi tegas bagi pelaku tambang ilegal yang merusak lingkungan.
Ia mengatakan, Pemprov Jabar pernah menggelontorkan dana hibah mencapai Rp3 triliun dalam satu tahun. Jumlah itu lebih besar dari alokasi anggaran belanja organisasi perangkat daerah (OPD).
“Ugal-ugalan (dana hibah) itu kan bukan pernyataan saya aja, itu pernyataan inspektorat (Kepala Inspektorat Jabar Eni Rohyani) loh. Jadi memang terjadi missed, pengelolaan keuangan dimana ada admin yang menguasai sistem, sehingga dia bisa memasukkan anggaran bisa memproses dan bisa mencairkan (sendiri),” ujar Dedi Mulyadi.
“Paling utama, mulai saat ini seluruh OPD akan mengumumkan jumlah anggaran dan jenis kegiatan kepada masyarakat,” ucapnya.
KDM melanjutkan, pihaknya bakal melakukan koreksi terhadap setiap anggaran dan tidak lagi memprioritaskan pemberian dana hibah. Tahun ini jalan Provinsi harus selesai 100 persen, ruang kelas baru harus terbangun, Puskesmas harus segera tertata, rumah sakit harus tertata.
“Petapi tentunya prioritasnya hari ini adalah di dua penyelesaian jalan provinsi dan kemudian penyelesaian 140 ribu warga yang tidak punya listrik,” ucap dia.
Selain itu, dia mengaku akan membentuk tim khusus yang bertugas mengawasi dan memberikan Tindakan hukum terhadap aktivitas tambang ilegal.
Menghadapi kegiatan penambangan illegal tidak bisa lagi memakai cara berpikir akademik. Pemerintah harus memiliki nyali atau keberanian. Ke depan lanjut KDM, tata ruang terutama kawasan tambang harus dievaluasi karena bisa jadi bahwa penambangan itu terjadi pada daerah berizin, tetapi dari sisi aspek pelayanan lingkungan berdampak.
Menurut dia, ada dua yang dilakukan pendekatannya yaitu pendekatan undang-undang lingkungan atau pendekatan perizinan tindak pidana tertentu yang tidak sanksinya. Sudut pandangnya adalah kerugian negara.
Sementara itu, Kepala Dinas ESDM Jabar Ai Saadiyah menambahkan, terkait perizinan pertambangan di Indonesia sangat dinamis. Pendelegasian terhadap provinsi itu pun dibatasi dengan kewenangan yang sangat terbatas.
Ia memisalkan undang-undang 3 tahun 2020, perizinan memang ditarik seluruhnya ke pusat. Kemudian sebagian dari kewenangan provinsi melalui Perpres 55 Tahun 2022 ini diserahkan kepada provinsi tetapi itu pun hanya Sebagian, yaitu MBLB atau mineral bukan logam dan bantuan atau mungkin zaman dulu dikenal dengan galian C.
Terkait dalam penyelenggaraan urusannya ternyata dari tiga aspek pengusahaan, teknik dan lingkungan. ESDM hanya diberikan kewenangan terkait pengusahaannya saja atau administrasi terkait dengan perizinannya termasuk pembinaan pengawasannya.
“Jadi saat ini pun di dalam proses perizinannya terkait dengan teknik dan lingkungannya kita tetap harus selalu meminta pertimbangan dan arahan dari direktorat jenderal minerba Kementerian SDM. Jadi memang sangat terbatas sekali kewenangan yang dimiliki oleh kita. Itulah yang membuat kami juga agak sulit untuk bergerak,” pungkasnya. (dbs)