News

Berdasarkan Pengalaman Buruk, Pemerintah dan DPR Didesak Bahas RUU Pemilu, Ini Penjelasan Pakar Kepemiluan Titi Anggraini

Radar Bandung - 28/01/2025, 07:35 WIB
AM
Azam Munawar
Tim Redaksi

RADARBANDUNG.ID, JAKARTAPemerintah dan DPR didesak segera memulai pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu.

Berdasarkan Pengalaman Buruk, Pemerintah dan DPR Didesak Bahas RUU Pemilu, Ini Penjelasan Pakar Kepemiluan Titi Anggraini

Ilustrasi Pemilu. Pemerintah dan DPR Didesak Bahas RUU Pemilu, Ini Penjelasan Pakar Kepemiluan Titi Anggraini. Foto : Dokumentasi JawaPos.com

Pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu yang lebih awal dinilai perlu untuk mengantisipasi proses yang tergesa-gesa.

Pakar kepemiluan Titi Anggraini mengatakan, pengalaman buruk pengesahan UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu harus menjadi pelajaran.

Baca Juga : Polresta Bandung Ungkap Motif Dibalik Pembunuhan Keji Wanita di Kopo Sayati

Kala itu, UU Pemilu disahkan hanya berselang satu hari sebelum tahapan pemilu dimulai pada 16 Agustus 2017.

Imbasnya, penyiapan aturan teknis menjadi terburu-buru.

Titi berharap, UU Pemilu baru yang akan digunakan untuk 2029 bisa siap lebih awal.

Baca Juga : Harmoni Tradisi Menjelang Imlek Spiritual dan Kesehatan

Apalagi, rencana revisi UU Pemilu sudah masuk dalam Prolegnas 2025.

”Secara filosofis, sosiologis, dan yuridis telah terpenuhi prasyarat objektif kemendesakan untuk mencabut atau mengganti Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada dengan UU baru,’’ ujarnya Senin (27/1/2025).

Anggota dewan pembina Perludem itu memprediksi, pembahasan UU Pemilu akan panjang.

Peningkatan Signifikan Kendaraan Masa Libur dan Cuti Bersama

Mengingat akan menentukan nasib partai politik. Apalagi ada sejumlah norma pasca putusan MK yang perlu dibahas seperti ambang batas pencalonan presiden dan parlemen.

Belum lagi, ada aspek aturan pilkada, pemilihan DPRD, hingga penyelenggara pemilu. Jika dibahas segera, dia menargetkan UU sudah siap pada 2026 atau setahun sebelum tahapan dimulai 2027.

Perbaikan mekanisme

”Agar ada perbaikan mekanisme dalam rekrutmen penyelenggara pemilu yang lebih baik dan menjamin independensi penyelenggara,’’ ungkapnya.

Untuk bentuk pembahasan, Titi mengusulkan agar revisi dilakukan dengan sistem kodifikasi. Yakni, menggabungkan antara UU Pemilu dan UU Pilkada.

Dua regulasi itu harus disamakan mengingat MK sudah menegaskan tidak ada perbedaan antara pemilu dan pilkada.

Banyak aturan yang bertentangan

Apalagi di tataran teknis, ada banyak aturan yang saling bertentangan.

Misalnya, terkait politik uang.

Di pemilu penerima tidak mendapat sanksi, sementara di pilkada dijatuhi sanksi pidana.

Belum ada jadwal pembahasan RUU Pemilu dan Pilkada

Sementara itu, Badan Legislasi (Baleg) DPR sejauh ini belum menyampaikan jadwal pasti mengenai kapan pembahasan RUU Pemilu dan RUU Pilkada.

Wakil Ketua Baleg Ahmad Doli Kurnia menyatakan, jadwal pembahasan dua RUU itu akan dimasukkan dalam agenda baleg selama masa sidang berjalan. ”Nanti kita susun jadwal,’’ ujarnya. (far/tyo/c6/oni/jawa pos)