RADARBANDUNG.ID, BANDUNG-Universitas Padjadjaran (Unpad), salah satu perguruan tinggi ternama di Bandung, Jawa Barat menambah jumlah guru besarnya. Salah satunya, Prof Dr Ir Ceppy Nasahi MS yang baru dikukuhkan sebagai profesor atau guru besar Unpad dalam bidang ilmu Penyakit Pascapanen pada Fakultas Pertanian.
Dalam acara pengukuhan guru besar tersebut, Prof Ceppy Nasahi menyampaikan orasi ilmiah berjudul ‘Menekan Kehilangan Hasil Panen dengan Optimalisasi Penanganan dan Pengendalian Penyakit Pasca Panen’.
Orasi ilmiah yang dipimpin Rektor Unpad Prof Dr Arief S Kartasasmita itu, berlangsung di Graha Sanusi Hardjadinata Unpad Jalan Dipati Ukur Bandung, Kamis (20/2/2025).
Baca juga : UPI Kukuhkan 16 Guru Besar: Tetap Skeptis Hadapi Tantangan Zaman dan Hasilkan Pengetahuan Baru
Dengan dikukuhkannya Ceppy Nasahi sebagai guru besar Unpad, keluarga besar Yayasan Al Masoem pun patut bangga. Soalnya, Prof Ceppy merupakan salah satu putra pasangan mendiang H Ma’soem dan Hj Aisyah, pendiri Ma’soem Group.
Dalam orasinya, Prof Ceppy yang lahir di Bandung pada 1 April 1962 menyebutkan, petani maupun pemerintah jarang melakukan kegiatan mencegah kehilangan pasca panen atau produksi. Kehilangan hasil pasca panen bisa terjadi karena berbagai faktor seperti pembusukan, serangan hama, dan penyimpanan yang tidak baik.
“Tidak banyak usaha yang telah dilakukan ke arah ini. Jika peningkatan produksi di kebun atau di lapangan umumnya hanya bisa mencapai 10%, kehilangan hasil setelah panen bisa mencapai 25% di negara maju, dan sampai 35% sampai 50% di negara berkembang. Aspek kehilangan hasil pasca panen yang begitu besar itu tidak terlalu diperhatikan oleh pemerintah maupun petani,” ujar Prof Ceppy yang juga Ketua Yayasan Al Ma’soem ini.
Dia mengatakan, ada beberapa usaha penekanan kehilangan hasil panen yang bisa dilakukan seperti pemanenan tepat waktu, penggunaan alat panen yang baik, pengeringan yang efektif, penyimpanan yang baik, pengemasan yang tepat, pengolahan hasil pertanian, distribusi yang cepat dan efektif, pengendalian hama di Gudang penyimpanan, sistem rantai dingin (cold storage), dan penerapan teknologi pasca panen.
Baca juga : MESSA Al Masoem ke 29 Ditutup, Ceppy Nasahi Apresiasi Dukungan Kemenpora
“Semua itu merupakan usaha-usaha yang seharusnya bisa menekan kehilangan hasil. Adapun yang menjadi fokus dari kajian yang saya lakukan adalah bagaimana menekan kehilangan hasil panen yang disebabkan oleh serangan penyakit. Umumnya baik perusahaan pertanian besar maupun petani kecil, menggunakan pestisida sintetis untuk mengurangi kehilangan hasil panen. Namun seperti kita ketahui, penggunaan pestisida sintetis banyak menimbulkan efek negatif baik untuk lingkungan, maupun untuk manusia sebagai konsumennya. Hal ini kadang-kadang terabaikan,” jelasnya.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi penggunaan pestisida sintetis, yaitu dengan aplikasi ekstrak tanaman atau yang dikenal dengan penggunaan pestisida nabati, untuk menekan serangan penyakit atau penggunaan agen biologis, untuk menekan serangan mikroba yang biasa menyerang di tempat panen maupun penyimpanan.
Selanjutnya yang sedang dikembangkan adalah penggunaan limbah pertanian untuk digunakan sebagai zat antimikroba dalam penanganan pasca panen, limbah pertanian ini tidak bisa langsung dimanfaatkan, tapi perlu dilakukan proses pirolisis dengan suhu tinggi untuk menghasilkan asap cair.
Prof Ceppy menambahkan, terdapat hasil yang luar biasa dari asap cair terhadap upaya menekan serangan penyakit. Berbagai penelitian menunjukkan kemampuan asap cair yang digunakan dari berbagai limbah dapat memberikan hambatan relatifnya mencapai 100%, terhadap penyakit.
Dari berbagai perhitungan secara dilakukan secara in vitro, asap cair dari tempurung kelapa, tongkol jagung,
sekam padi, dan Jerami, dapat menekan patogen yang biasa menyerang penyakit di tempat penyimpanan. Tingkat penekanannya bisa mencapai 100%. Ini sangat prospektif.
“Hanya saja secara in vivo, tingkat penekanannya belum maksimal. Perlu dilakukan berbagai penelitian lanjutan terkait penggunaan asap cair untuk menekan penyakit pasca panen secara in vivo juga atau praktik langsung pada komunitasnya agar bisa menekan kehilangan hasil sampai 70%. Selain itu, perlu terus dilakukan penelitian untuk mencari metode menekan penyakit pasca panen dengan menggunakan ekstrak tanaman, khamir, dan limbah pertanian atau asap cair,” terangnya.
Prof Ceppy menyimpulkan, penanganan dan waktu panen yang tepat sangat penting dalam pengelolaan pasca
panen untuk mengurangi kerugian dan memastikan kualitas produk. Penyimpanan yang tepat juga penting, karena kesalahan penanganan dapat membuka peluang bagi patogen untuk melakukan infeksi.
Penyakit pascapanen, terutama yang disebabkan oleh patogen jamur, menurunkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian.
Penggunaan pestisida ramah lingkungan dan agen biologis semakin dibutuhkan seiring dengan kesadaran terhadap dampak negatif pestisida atau fungisida sintetis.
“Metode alternatif seperti ekstrak tanaman, khamir, dan asap cair dari limbah pertanian terbukti efektif dalam mengendalikan penyakit pasca panen dan mengurangi ketergantungan pada fungisida sintetis, metode ini mendukung pertanian ramah lingkungan dan keberlanjutan pangan,” pungkasnya. (nto)